Pengamat UGM Sebut Aksi Boikot Produk Israel Picu Angka Pengangguran Sarjana

Pengamat UGM Sebut Aksi Boikot Produk Israel Picu Angka Pengangguran Sarjana
Pengamat UGM menyayangkan adanya ajakan boikot produk Israel, karena imbasnya merugikan anak-anak bangsa. Ilustrasi/Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi menyayangkan adanya ajakan-ajakan boikot produk Israel, karena imbasnya merugikan anak-anak bangsa.

Dia mengaku kasihan melihat para orang tua yang susah payah keluar uang besar untuk menguliahkan anak-anaknya, tetapi akhirnya menganggur karena sulitnya mencari pekerjaan.

"Kondisi makin sulit karena ajakan-ajakan boikot ini. Mau ke mana para lulusan sarjana kita kalau banyak perusahaan tutup,” kata Tadjuddin Noer Effendi dalam keterangannya, Selasa (19/3).

Dia mengutarakan di UGM tempatnya mengajar saja sebanyak 12 ribu mahasiswa yang diwisuda setiap tahunnya. Belum lagi di universitas-universitas lainnya.

Sementara, dengan 5% pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini, hanya bisa menyerap sekitar satu juta per tahun. Angkatan kerja Indonesia yang masuk ke pasar kerja setiap tahunnya itu mencapai dua setengah juta.

"Itu berarti kita setiap tahun menciptakan 1,5 juta pengangguran, dan 12 persennya itu adalah lulusan sarjana, apalagi dengan ajakan-ajakan boikot itu, mau ke mana para lulusan sarjana kita ini nantinya,” tuturnya.

Mengandalkan perusahaan-perusahaan lokal dan UMKM saja untuk menampung jutaan pengangguran sarjana di Indonesia, menurutnya, itu mustahil. Yang ada akan makin banyak orang Indonesia bekerja di luar negeri terutama para mahasiswa yang pintar-pintar.

"Terlebih lagi beberapa negara sekarang mengalami kekurangan pekerja, seperti Jepang, Korea, Taiwan, dan Hongkong. Apa itu yang diinginkan bangsa ini,” ucapnya.

Pengamat UGM mengatakan aksi boikot produk Israel bisa memicu angka pengangguran sarjana.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News