Pengesahan Revisi UU KPK Ugal-ugalan, Kacau

Pengesahan Revisi UU KPK Ugal-ugalan, Kacau
Pegawai KPK menggelar aksi penutupan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (8/9). Aksi tersebut digelar sebagai bentuk penolakan terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Foto: Ricardo/JPNN.com

Namun, Agil tidak melihat DPR melakukan hal itu. Bahkan, lembaga yang terdampak langsung dari Revisi UU KPK tidak pernah diajak membahas.

"UU KPK ini tidak disebarluaskan. Jangankan kami pegiat antikorupsi, lembaga KPK-nya saja sebagai objek yang akan diatur, tidak dilibatkan," terang dia.

Selanjutnya, ucap dia, Revisi UU KPK bertentangan dengan Pasal 96 UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan partisipasi publik.

Menurut Agil, DPR selalu bilang tidak butuh masukan dari Revisi UU KPK. Ucapan tersebut tentang bertentangan dengan fakta bahwa peraturan perundang-undangan harus memiliki legitimasi di mata rakyat.

Bayangkan, ketika pembahasan, berkali-kali DPR bilang kami tidak butuh lagi masukan masyarakat. Karena kami memiliki legalitas. Jadi mereka membenturkan antara legalitas dengan legitimasi.

"UU yang baik, adalah UU yang mendapat legitimasi tinggi dari rakyat. Artinya UU memiliki legitimasi dan legalitasnya di implementasikan oleh DPR dalam bentuk pengesahan UU," timpal dia. (mg10/jpnn)

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Agil Oktaryal menyindir proses pengesahan Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Revisi UU KPK


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News