Penghapusan Kode Etik Hakim Dikritisi DPR

Penghapusan Kode Etik Hakim Dikritisi DPR
Penghapusan Kode Etik Hakim Dikritisi DPR
JAKARTA--Komisi III DPR menilai penghapusan kode etik hakim oleh Mahkamah Agung (MA) merupakan preseden tidak baik bagi penegakan hukum di Indonesia. Kendati merupakan kewenangan MA dan harus dihormati, Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsy, mencatat berbagai kejanggalan dari penghapusan kode etik hakim, itu.

Dijelaskan, kejanggalan tersebut  adalah Majelis Hakim menyebut bahwa poin delapan dan 10 Kode Etik Hakim itu bertentangan dengan Pasal 40 Ayat dua dan Pasal 41 Ayat tiga Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman junto Pasal 34A Ayat empat UU Nomor 3 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 14 tahun 1985 tentang MA.

Inilah yang dinilainya aneh. Karena, persoalan etik yang berisi panduan moral harus dilawankan dengan pasal-pasal tadi. Lantas, tegasnya, bila dibalik logikanya, apakah ini berarti bahwa pasal-pasal tadi sebenarnya tidak bermoral atau tidak beretika?. "Inikan tidak betul," tegasnya pada wartawan, Selasa (14/2).

Ia menambahkan, MA memiliki konflik kepentingan atas perkara ini. Karena subyek perkara berkaitan dengan para hakim itu sendiri. Lalu permohonan uji materi Kode Etik Hakim ini terkait dengan putusan Komisi Yudisial (KY) mengenai hakim yang menangani perkara mantan Ketua KPK Antasari Azhar melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. "Anehnya, putusan dikeluarkan menjelang putusan PK (Peninjauan Kembali) Antasari Azhar," katanya lagi.

JAKARTA--Komisi III DPR menilai penghapusan kode etik hakim oleh Mahkamah Agung (MA) merupakan preseden tidak baik bagi penegakan hukum di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News