Pengurangan Risiko Bencana Masuk Kurikulum

Pengurangan Risiko Bencana Masuk Kurikulum
Pengurangan Risiko Bencana Masuk Kurikulum
Bambang menjelaskan, karena selain beresiko menambah beban siswa, penambahan kurikulum juga harus mengubah peraturan. Dia mencontohkan,  dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan alam ke depan, siswa belajar tentang asal muasal gempa. "Dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosialnya, akan diajarkan bagaimana menghadapi gempa, mengembangkan empati dan simpati," ujarnya.

“Secara intuisi, setiap orang mempunyai naluri untuk menyelamatkan diri dari bencana. Namun, dengan pengetahuan untuk menyelamatkan diri secara cerdas dan sistematis, dapat mengurangi risiko bencana. Dalam penyelamatan juga akan terlihat solidaritas dalam berempati dan simpati dari siswa ketika terjadi bencana alam," katanya.

Bambang menjelaskan, pengintegrasian materi dilakukan pada tingkat topik bahasan, sehingga tidak membebankan dan tidak berpengaruh pada standar isi. Menurut dia, kalau menambah dan mempengaruhi standar isi artinya merubah peraturan perundang-undangan. Dia mencontohkan, pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Geografi, siswa mendapatkan pengetahuan tentang gempa tektonik dan vulkanik. "Siswa diharapkan tidak hanya memahami, tetapi mempunyai kompetensi," ujarnya.

Contoh lain, lanjut Bambang, pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada konteks kehidupan bersama saat terjadi bencana. Siswa dapat mengembangkan rasa simpati dan empati. Kemudian pada mata pelajaran Kewarganegaraan topik bahasan hak dan kewajiban warga negara. "Dalam kehidupan berdemokrasi kita sisipi saat bencana banjir.  Tidak secara diskret yang namanya solidaritas membedakan banjir tanah longsong," katanya.(cha/jpnn)

JAKARTA—Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan mengintegrasikan kurikulum  pengurangan risiko Bencana (PRB) pada pendidikan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News