Pengurus Golkar: KPK Bisa Garap Setnov Tanpa Izin Presiden

Pengurus Golkar: KPK Bisa Garap Setnov Tanpa Izin Presiden
Petugas keamanan dalam Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) memandu Ketua DPR Setya Novanto saat hendak menjalani pemeriksaan di KPK, JUmat (14/7). Foto: Dery Ridwansah/Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Zulhendri Hasan mengaku sependapat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa untuk memeriksa Ketua DPR Setya Novanto tak harus dengan izin presiden. Pernyataan Zulhendri untuk merespons sikap Novanto yang memilih mangkir dari panggilan KPK dengan dalih pemeriksaan terhadap anggota DPR harus seizin presiden.

"Saya orang yang satu perspektif dengan teman-teman di KPK yang menyatakan, tidak perlu izin presiden," ujar Zulhendri usai menjalani pemeriksaan di KPK, Selasa (14/11) sebagai saksi bagi politikus Golkar Markus Nari yang menjadi tersangka kasus e-KTP.

Memang, Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) secara normatif menyatakan pemeriksaan terhadap legislator harus ada izin tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Namun, ketentuan itu dievaluasi melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga izin tertulis itu harus melalui presiden.

Tetapi, lanjut dia, dalam UU MKD Pasal 245 ayat 3 ada pengecualian. Dalam hal ini, tindak pidana tertentu termasuk yang ancamannya seumur hidup dan hukuman mati.

"Ini kan normatif dan wajar kalau ada ahli hukum, komunitas hukum, KPK mengatakan tidak perlu izin presiden. Sah-sah saja," tutur Zulhendri.(dna/ce1/JPC)


Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Zulhendri Hasan mengaku sependapat dengan KPK bahwa untuk memeriksa Ketua DPR Setya Novanto tak harus dengan izin presiden.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News