People Power di Mata Warga Jakarta Pasca Pengumuman KPU

People Power di Mata Warga Jakarta Pasca Pengumuman KPU
Penjagaan di depan gedung KPU, Jakarta. (ABC; David Lipson)

"Jadi begini, hasil pengamatan kami, massa yang datang diduga memiliki rencana untuk melakukan perbuatan anarkis. Jadi bukan sekadar unras (unjuk rasa) damai," jelas Kepala Divisi Humas Polri, M.Iqbal (21/5/2019).

Jenderal bintang dua ini mengatakan, dari kelompok pengunjuk rasa yang berangkat ke Jakarta, diduga mereka sudah mempersiapkan diri dengan peralatan berbahaya.

"Contohnya pok yang ditangkap di Jatim, yang ada memiliki bom molotov. Ada pula beberapa indikasi massa membawa bambu dan bendera di mana ujung bambu diruncingkan, termasuk alat-alat tajam lainnya dan ketapel."

"Ini menunjukan ada sejumlah oknum yang mempersiapkan aksi anarkis," papar M.Iqbal dalam keterangan pers-nya.

Ia juga menyebut bahwa aksi 22 Mei bukanlah aksi spontan, melainkan aksi yang dimobilisasi dan diorganisir secara sistematis.

"Ada yang ingin melakukan aksi secara damai, namun juga ada yang mempersiapkan aksi-aksi yang melanggar hukum."

Alasan yang dinilai absurd

Pengamat politik dari The Habibie Center, Bawono Kumoro, mengatakan, dalam perjalanan sejarah politik sejumlah negara, ada beberapa contoh kasus people power seperti yang terjadi di Filipina pada tahun 1980-an ketika kekuasaan Presiden Marcos ditentang.

Ada pula people power dalam mendesak pengundiran diri Presiden Soeharto tahun 1998.

Wacana people power untuk tanggapi hasil Pemilu Indonesia 2019 santer terdengar sejak dilontarkan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional, Amien Rais, akhir Maret lalu. Ancaman menduduki Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News