Perang Dagang AS-Tiongkok Memanas

Perang Dagang AS-Tiongkok Memanas
Ilustrasi peti kemas. Foto: Frizal/Jawa Pos

Tarif baru senilai Rp 4,3 kuadriliun itu mayoritas adalah kebutuhan sehari-hari. Misalnya saja telepon genggam, tas, baju, sepeda, helm, parfum, sampo, seprai, dan berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya.

Baca Juga:

Kebijakan kenaikan tarif yang baru itu muncul setelah pembicaraan antara AS dan Tiongkok yang berakhir Jumat (10/5) tidak membuahkan hasil. Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, Wakil Perdana Menteri Tiongkok Liu He, dan Lighthizer bertemu selama dua jam sebelum akhirnya tak mencapai kesepakatan apa pun.

Banyak pihak masih berharap ada solusi konkret agar perang dagang dua negara bisa berakhir. Harapan itu masih ada karena sebelum tarif baru diberlakukan, Trump sempat mencuit bahwa pembicaraan hubungan dagang dua negara berlangsung konstruktif.

"Hubungan antara Presiden Xi Jinping dan saya tetap kuat," kata presiden ke-45 AS itu di akun Twitter pribadinya. Menurut dia, penambahan tarif produk-produk AS bisa dihapus atau justru tetap seperti saat ini. Itu semua bergantung negosiasi selanjutnya.

Berdasar penelitian yang dilakukan Trade Partnership terungkap bahwa kenaikan tarif 25 persen plus kebijakan tambahan pajak untuk impor baja dan aluminium bakal membuat peluang kerja di AS berkurang 934 ribu. Beban kebutuhan untuk satu keluarga yang terdiri atas empat orang bakal bertambah USD 767 (Rp 10,9 juta) per tahunnya.

Nah, tambahan tarif 25 persen pada produk-produk yang sebelumnya tak terjamah tambahan pajak bakal membuat 2,1 juta pekerjaan menghilang. Rata-rata keluarga dengan empat orang anggota bakal bertambah pengeluarannya hingga USD 2 ribu per tahun atau setara Rp 28,6 juta.

Bagaimanapun, Tiongkok belum menyerah. Wakil Perdana Menteri Tiongkok Liu He menegaskan, meski tanpa hasil, pembicaraan berlangsung produktif. Dua pihak akan bertemu lagi di Beijing. Waktunya belum ditentukan. Yang jelas, Tiongkok tidak akan membuat perubahan pada hal-hal yang dipegang teguh sebagai prinsip.

"Negosiasi belum berakhir. Ini hanyalah perputaran normal dalam negosiasi dua negara dan tak bisa dihindari," tegasnya. (Siti Aisyah/c17/dos)


Yang dikhawatirkan terjadi juga. Presiden AS Donald Trump memerintahkan kenaikan tarif barang-barang dari Tiongkok yang sebelumnya tidak kena tambahan tarif alias pajak.


Redaktur & Reporter : Adil

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News