Perang Yaman: Krisis Kemanusiaan yang Terlupakan

Perang Yaman: Krisis Kemanusiaan yang Terlupakan
Korban perang di Yaman. Foto: AFP

jpnn.com - Seandainya koalisi tidak melancarkan serangan besar-besaran ke Al Hudaida pekan lalu, dunia mungkin lupa Yaman masih dilanda perang.

Konflik yang kali pertama muncul akibat Arab Spring 2011 dan berkelanjutan sampai sekarang itu telah membuat 22 juta penduduk Yaman menderita. Perang pun tidak kunjung mereda.

”ABDA bisa merasakan ketakutan itu di tiap sudut jalan. Bukannya bersenang-senang merayakan Idul Fitri bersama keluarga, mereka malah sibuk menyetok makanan dan bahan bakar agar bisa tetap bertahan,” kata seorang jubir Palang Merah Internasional (ICRC) kepada Los Angeles Times Jumat (15/6).

Akhir Ramadan yang menjadi hari kemenangan umat muslim di seluruh dunia itu justru menjadi momen duka bagi masyarakat Yaman yang sebagian besar beragama Islam.

Melengkapi salat Id yang diramaikan deru mesin jet tempur, Idulfitri pun dihiasi dentum ledakan dan desing peluru. Bahkan, intensitas serangan menjadi kian tinggi di hari kedua Lebaran, Sabtu (16/6).

Seorang staf CARE di Hudaida mengatakan bahwa pasukan koalisi melancarkan serangan udara sejak pagi buta. ”Pesawat tempur koalisi terbang rendah di atas kawasan ini sejak pukul 4 pagi. Sangat mengerikan. Bahkan, lebih mencekam daripada serangan-serangan sebelumnya,” katanya.

Serangan udara tanpa henti itulah yang membuat warga panik. Kota berpenduduk sekitar 600.000 orang itu pun menjadi sepi. Sebagian penduduk melarikan diri ke kota lain.

Sebagian lain yang tertinggal terpaksa bertahan di dalam rumah demi keselamatan. Para pria dan wanita dewasa sibuk memborong makanan dan barang kebutuhan pokok agar bisa bertahan hidup di tengah pertempuran.

Seandainya koalisi tidak melancarkan serangan besar-besaran ke Al Hudaida pekan lalu, dunia mungkin lupa Yaman masih dilanda perang

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News