Perangi Buta Aksara, Ubah Gang Setan jadi Gang Santun

Perangi Buta Aksara, Ubah Gang Setan jadi Gang Santun
Para relawan literasi diundang Kemendikbud saat Peringatan Hari Aksara Internasional, beberapa waktu lalu. Foto: Mesya Mohammad/JPNN.com

Jika dulu anak-anak muda terbiasa mabuk dengan cara "ngelem" atau pun menonton tayangan pornografi di warnet, kini mereka terbiasa membaca, berdiskusi, dan menyalurkan minat pada kegiatan-kegiatan positif.

Lain lagi dengan perjuangan Wahyudi. Pegiat literasi asal Wonogiri ini menceritakan asal muasal terjun dengan dunia perbukuan.

Ini bermula dari keprihatinannya melihat warga di desanya yang kurang peduli dengan pendidikan anak-anak mereka.

Jumlah anak putus sekolah yang tiap tahun meningkat, kemelaratan warga, dan lainnya. Yudi, sapaan akrabnya makin sedih karena banyak anak di desanya tidak bisa meneruskan sekolahnya karena ketiadaan biaya.

Yudi kemudian mendirikan taman bacaan pada 2014, saat ia bekerja sebagai penjaga pos polisi di depan patung kuda Monumen Nasional Jakarta. Dari gajinya itu dia menyisihkan sebagian untuk membeli dua sampai tiga buku.

Pada 2015, Yuddy kembali ke kampungnya dan mendirikan rumah baca di Dusun Tlogo Bandung, sebuah dusun kecil di kaki Gunung Guci Wonogiri, Jateng.

Taman bacaan yang dia beri nama Rumah Baca Sang Petualang (RBSP) diresmikan 23 Juli 2015 bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional.

Selama menjalankan rumah baca tersebut, Yudi mendapat sambutan positif dari warga kampung, terutama yang tinggal di pedalaman. Sejatinya, bukan minat baca masyarakatnya yang kurang, tapi akses ke bahan bacaan yang kurang.

Para relawan literasi berjuang memberantas buta huruf tanpa bantuan dana biaya pemerintah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News