Perempuan Harus Memanfaatkan Pilkada 2020, Ini Alasannya
Alissa juga menilai, mayoritas lapisan bawah stratifikasi sosial belum mampu keluar dari kungkungan budaya patriarki sebagai sumber otoritas maskulin, serta struktur-struktur yang menghambat emansipasi.
Di sinilah pentingnya pasangan calon kepala daerah peka terhadap agenda perempuan terkait emansipasi, guna mempercepat kaum perempuan lebih maju dalam ikut serta membangun bangsa dan negaranya.
Ia kemudian memaparkan sejumlah produk hukum yang mengandung makna protektif terhadap perempuan.
Antara lain, UU Nomor 7/1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
Lalu UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Nomor 11/2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
UU Nomor 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil dan Politik serta UU Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan.
Selain itu, pasal-pasal afirmatif juga mendorong perwujudan hak-hak politik perempuan dalam UU Pemilu yang mengatur 30 persen keterwakilan perempuan.
Alissa mengakui, aturan tersebut telah meningkatkan persentase perempuan di parlemen nasional maupun lokal.
Kaum perempuan dinilai harus benar-benar memanfaatkan Pilkada 2020 untuk memperjuangkan kesetaraan dalam demokrasi. Ini alasannya
- KPU DKI Buka Pendaftaran PPS untuk Pilgub, Butuh 801 Orang
- Persiapan Pilkada 2024, PPP Siap Berkolaborasi dengan Parpol Lain
- Fadel Muhammad Bicara Cara Memilih Pemimpin di Pilkada Serentak 2024, Mohon Dicatat!
- Buka Pendaftaran Pilkada DKI Jakarta, PKB Siap Memenangkan Calon Potensial
- Penjabat Gubernur Jateng Mendukung Penuh Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024
- Ahok Disebut Masih Ada Keinginan Maju di Pilgub DKI Jakarta