Perempuan Lintas Agama Indonesia Belajar Kepemimpinan di Australia

Perempuan Lintas Agama Indonesia Belajar Kepemimpinan di Australia
Perempuan Lintas Agama Indonesia Belajar Kepemimpinan di Australia

Bagi Mathilda Wowor, keprihatinan terhadap kondisi meningkatnya intoleransi di masyarakat Indonesia, mendoronganya untuk membuat proyek berupa modul pengajaran toleransi untuk murid Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

"Di organisasi WKRI, kebetulan saya membawahi bidang Pendidikan, Saya lihat selama ini belum ada modul khusus yang secara standar memberikan pemahaman pada anak secara dini mengenai keberagaman. Padahal ini sangat penting mengingat kondisi negara kita saat ini, bagaimana kita lebih cenderung melihat perbedaan daripada harmonisasi dari persamaan diantara kita."

"Dan menurut saya sikap seperti itu harus dimulai dari anak-anak, dimana 5 tahun pertama dalam hidup anak merupakan usia emas atau Golden Age yang jika mereka dibimbing dengan baik itu akan sangat mempengaruhi karakter mereka di masa depan."

Mathilda mengatakan sebagai langkah awal modul yang akan disusunnya nanti akan diterapkan di sekolah-sekolah yang selama ini bernaung dibawah organisasinya mulai dari tingkan TK, SD hingga SMP. 

Dan dia berharap nantinya akan dapat dikembangkan agar bisa diberikan di seluruh sekolah umum dan organisasi peserta program kursus singkat ini juga.

Tantangan kaderisasi dan peluang beasiswa

Perempuan Lintas Agama Indonesia Belajar Kepemimpinan di Australia Photo: Amalia Abdullah (kiri), peserta Leadership for Senior Multi-Faith Women Leaders 2018 bersama Amanda Carlile dari program Fitted For Work yang banyak membantu perempuam mempersiapkan diri mendapatkan pekerjaan. (Supplied: Amalia Abdullah)

Sementara itu, peserta lainnya, Amalia Abdullah dari Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), lebih menyoroti pentingnya pengkaderan di internal organisasinya yang sudah berdiri lebih dari 7 dekade dan memiliki perwakilan di 34 wilayah.

"Di Muslimat NU itu budaya santrinya sangat kuat. Jadi kader kami biasanya sikapnya sangat Tawadhu dan lebih mengutamakan yang lebih tua. Sehingga pemberian peran dan peluang sering tidak berdasarkan kapasitas. Mungkin ada kader yang lebih punya kapasitas tapi malu  atau sungkan dengan seniornya." tutur perempuan yang menjabat sebagai ketua Hubungan Luar Negeri di organisasi perempuan NU itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News