Perempuan-perempuan Manis di Kapal Perang, Berjauhan dengan Keluarga dan Pacar

Perempuan-perempuan Manis di Kapal Perang, Berjauhan dengan Keluarga dan Pacar
UNIFORM LAYAR: Dari kiri, Yohanna Sunippy Siahaan, Kharismawati, Devi Endah Yunitasari, Putri Efsan Nendiana, dan Candra Ayu Susilowati. Foto: Suryo Eko Prasetyo/Jawa Pos

Saat ini mereka mempersiapkan pelayaran memboyong lebih dari 900 taruna dan pembina siswa BEB dari Dermaga Madura, Ujung, ke Tanjung Mas, Semarang, Minggu (14/6). Setelah dari Semarang, mereka tidak lantas bersantai. Berbagai tugas bersama KRI Surabaya telah menanti.

Sebelumnya sekitar sembilan operasi militer mereka emban bersama KRI Surabaya selama sebelas bulan terakhir. Antara lain, Sail Raja Ampat, Bali Democracy Forum, pergeseran pasukan (serpas) Marinir ke Batam, dan serpas ke Ratai, Lampung. Kemudian, terlibat dalam pengamanan perbatasan dengan Singapura di Tarempa, Kepulauan Riau, Pasukan Pemukul Reaksi Cepat Poso, Pengamanan RI-I di Padang, dan penembakan rudal Exocet di Laut Jawa.

”Komandan kapal memberi kami kesempatan belajar di anjungan untuk ngeplot (menggambar jalur kapal berlayar di atas peta hidro-oseanografi) sampai menjadi juru mudi kapal,” ungkap Yohana yang lahir di Medan, 1 September 1991, itu.

Meski tugas departemen logistik lebih sering berurusan administrasi ketatausahaan dan logistik, peran alumnus angkatan pendidikan bintara Kowal ke-31 itu dibutuhkan di anjungan dalam kondisi tertentu.

Sesuai fungsinya, kapal markas atau kapal protokoler menjadi jujukan pejabat militer dan sipil. Sebagai perempuan, mereka lebih luwes dalam tugas tertentu. Mulai menyusun menu, menghitung kandungan kalori, sampai menghitung indeks harga bahan belanja kebutuhan awak dan penumpang kapal. Terlebih, kapal dengan dimensi panjang 122 meter x lebar 22 meter x tinggi 56 meter itu mampu menampung sekitar 2.000 orang.

Bukan hanya itu. Yohana cs bertanggung jawab terhadap kerapian dan kebersihan kapal produksi 2005 buatan Korsel tersebut. Tugas rutin khas laki-laki seperti mengecat juga mereka tunaikan. Pemeliharaan berkala itu dilaksanakan agar bodi kapal terhindar dari korosi hingga kerusakan lebih parah.

”Perlakuan kami dalam tugas tidak dibedakan dari tentara laki-laki,” tegas Kowal yang mengawali karir prajurit sebagai staf administrasi personel Lanal Tarakan, Kalimantan Utara, itu.

Efsan yang terbilang ”pakar” urusan perbekalan tidak hanya berkutat di markas perbekalan. Sebelum lolos tes masuk KRI, gadis kelahiran Surabaya, 30 Oktober 1992, itu bertugas di beberapa satker lembaga pendidikan TNI-AL, Kobangdikal, Bumimoro.

PARA perempuan manis ini ciut nyali. Di perairan NKRI, deburan ombak laut yang menerpa KRI Surabaya dianggap hal biasa. Mereka justru terlibat dalam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News