Peretasan dan Jejaring Sosial Jadi Medan Perang Jelang Pemilu 2019

Peretasan dan Jejaring Sosial Jadi Medan Perang Jelang Pemilu 2019
Peretasan dan Jejaring Sosial Jadi Medan Perang Jelang Pemilu 2019

Sebelumnya Arief mengatakan bahwa serangan dari Rusia dan China itu bukan sebagai institusi negara, melainkan individual, bahkan bisa jadi orang Indonesia sendiri dengan menggunakan protokol internet internasional.

Sebagai penyelenggara, KPU juga mengatakan serangan peretasan pada sistem data pemilih sudah terjadi sejak Pemilu 2014 dan pihaknya memastikan serangan tidak akan mengganggu proses pemilu pada bulan April mendatang.

Rusia telah membantah keterlibatannya dan lewat juru bicaranya mengatakan negaranya tidak ingin mencampuri urusan dalam negeri. Hal yang sama juga telah dinyatakan oleh Kementerian Luar Negeri China.

Meski mendapat sorotan, masalah peretasan ini tidak perlu menjadi kekhawatiran besar warga, karena masalah lain seperti membeli suara dan identitas ganda masih membayangi pemilu mendatang.

Berita palsu meraih sejuta orang per pekan

Peretasan dan Jejaring Sosial Jadi Medan Perang Jelang Pemilu 2019 Photo: Sejumlah media di Indonesia berkolaborasi untuk memeriksa kebenaran klaim yang dilontarkan kedua calon presiden saat debat berlangsung. (Twitter: @cekfaktacom)

Sementara itu kantor berita Reuters melaporkan sejumlah 'buzzer', konsultan media sosial, dan pengamat menyebutkan adanya operasi dalam media sosial yang menyebarkan propaganda kedua kandidat presiden, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Meski kedua tim pemenangan membantah menggunakan 'buzzer' atau menyebarkan berita-berita palsu untuk menyerang lawannya, laporan tersebut menemukan adanya buzzer yang menyediakan akun-akun untuk melayani kepentingan politik.

"Medan perang kita adalah media sosial, konten yang kita buat jelang pemilu dapat meraih setidaknya satu juta orang setiap pekan," ujar pemilik akun atas nama Janda kepada Reuters.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News