Perkara Eks Ketua BPPN Tak Layak Disidangkan

Perkara Eks Ketua BPPN Tak Layak Disidangkan
Mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung. Foto: JPG/Rmol

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Masalah Keuangan dan Perbankan Eko Supriyanto menjelaskan, pada masa 1997 tindakan pemerintah dalam menghadapi krisis perbankan dilakukan dengan prinsip out of court settlement.

Yakni dalam bentuk Perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan skema Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA), Master Refinancing and Notes Issuance Agreement (MRNIA), dan Akte Pengakuan Utang (APU).

Eko mengingatkan kembali bahwa sejak pemerintahan Soeharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarnoputri pemerintah telah membuat kebijakan penyehatan perbankan.

Di masa pemerintahan Soeharto dibentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada Januari 1998.

Kemudian program rekapitalisasi perbankan yang tujuannya untuk mengembalikan fungsi perbankan dilakukan ketika B.J Habibie berkuasa.

Lalu di era Gus Dur terbentuklah Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan Keppres 177/1999 yang memberikan pedoman kepada BPPN.

Selanjutnya pada tahun 2000, disahkan UU No.25/2000 tentang PROPENAS yang antara lain memberikan landasan kebijakan untuk memberikan insentif kepada para obligor yang kooperatif dan pemberian pinalti kepada obligor yang tidak kooperatif.

Sejak tahun 2001, masih kata Eko, pemerintahan Megawati menetapkan kebijakan untuk melanjutkan penanganan dampak krisis ekonomi dan kondisi perbankan. Terutama terkait pengambilalihan aset obligor serta penjualan aset.

Pengamat keuangan dan perbankan Eko Supriyanto mengkritik penanganan kasus dugaan korupsi BLBI

Sumber RMOL.co

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News