Perkara Eks Ketua BPPN Tak Layak Disidangkan

Perkara Eks Ketua BPPN Tak Layak Disidangkan
Mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung. Foto: JPG/Rmol

Kemudian di era pemerintahan yang sama legislatif mengeluarkan TAP MPR X/2001 dan TAP MPR VI/2002 yang mengamanatkan kebijakan MSAA dan MRNIA secara konsisten dengan UU Propenas.

Eko memberi contoh penyelesaian kewajiban pemegang saham melalui MSAA, yakni Anthony Salim (BCA), Sjamsul Nursalim (BDNI), M. Hassan (BUN), Sudwikatmono (Bank Surya) dan Ibrahim Risyad (RSI). Para obligor tersebut telah menyelesaikan kewajibannya.

Menurut Eko, perkara Syafruddin Arsjad Temenggung selaku mantan Ketua BPPN yang didakwa merugikan negara Rp 4,58 triliun akibat memberikan SKL kepada pemegang saham BDNI tidak layak disidangkan.

Apalagi pemerintah telah mengeluarkan surat release and discharge atau surat pembebasan dan pelepasan bagi obligor yang telah menyelesaikan seluruh kewajibannya.

Khusus untuk PKPS BDNI, BPK pada kesimpulan laporan auditnya 30 November 2006 menyatakan SKL layak diberikan karena pemegang saham BDNI karena telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam penjanjian MSAA, perubahannya serta telah sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan Instruksi Presiden nomor 8/2002.

"Jangan sampai yang sudah kooperatif masih diseret-seret, sementara yang tidak kooperatif masih dengan lincahnya bermain-main," ujarnya di Jakarta, Rabu (27/6).

Lebih jauh Direktur Biro Riset Infobank ini menilai kebijakan PKPS melalui skema MSAA, MRNIA dan APU merupakan langkah pahit untuk menyelesaikan permasalahan BLBI. Namun kebijakan tersebut membuat sistem perbankan bisa berjalan kembali seperti sekarang ini.

"Jangan sampai Indonesia penuh ketidakpastian yang selalu melihat masalah krisis keuangan dan perbankan 21 tahun yang lalu dengan horizon sekarang.

Pengamat keuangan dan perbankan Eko Supriyanto mengkritik penanganan kasus dugaan korupsi BLBI

Sumber RMOL.co

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News