Perlu Kearifan Menyelesaikan Tafsir Perbedaan Kasus Meiliana

Perlu Kearifan Menyelesaikan Tafsir Perbedaan Kasus Meiliana
Meiliana, terpidana kasus penistaan agama oleh Pengadilan Negeri Medan. Foto: Jawa Pos/JPNN.com

Belum lagi, kata Romo Benny, persoalan kapasitas hakim dan jaksa dalam memahami secara benar roh dari UU No 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama. Menurut dia, UU tersebut harus dibaca dalam konteks kelahirannya. 

“Karena itu, ke depannya, penting kesiapan aparat kepolisian untuk mengedapankan asas musyawarah mufakat dengan membangun sinergi tokoh agama, tokoh adat, pemuka masyarakat dan FKUB dilibatkan dalam mengatasi masalah terkait dengan kasus perbedaan agama dan etnis," imbuh dia.

Sebagaimana diketahui, Meiliana adalah seorang ibu rumah tangga, beragama Budha, memiliki empat anak dengan suami yang bekerja serabutan dan hingga saat ini mereka masih mengontrak rumah. Dia didakwa melakukan penodaan agama karena pada 22 Juli 2016 menyampaikan kepada seorang tetangganya tentang suara pengeras suara di masjid dekat rumahnya yang lebih keras dibandingkan sebelumnya. 

Sang tetangga menyampaikan hal itu kepada pengurus masjid. Sempat ada pertemuan antara pengurus masjid dengan Bu Meiliana dan suami. Sang suami bahkan sempat mendatangi khusus pengurus masjid untuk meminta maaf. Namun, ternyata, ada pihak-pihak tertentu yang memprovokasi masyarakat, antara lain melalui media sosial, dengan hoaks “ada orang Cina melarang azan.”

Provokasi tersebut menuai hasil. Pada 29 Juli 2016 terjadi kerusuhan. Rumah Meiliana dilempari, dirusak, dan dibakar. Tidak hanya itu, massa yang marah juga membakar belasan rumah ibadah umat Budha di Tanjung Balai.

Karena kejadian itulah, Meiliana diajukan ke pengadilan dengan tuduhan melanggar pasal 156 subsidair Pasal 156a Huruf (a) KUHPidana yang berbunyi: "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia."

Pengadilan Negeri sudah mengabulkan tuntutan tersebut dengan hukuman 18 bulan. Saat ini, Tim Penasehat Hukum Meiliana sudah mengajukan banding.(fri/jpnn)


Pengadilan Negeri Medan yang memvonis Ibu Meiliana 18 bulan penjara dalam kasus penodaan agama dinilai tidak adil dan cenderung diambil karena tekanan massa.


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News