Pers Indonesia Tidak Baik-Baik Saja
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Dengan undang-undang itu platform digital dipaksa untuk berbagi hasil dan informasi pelanggan dengan penerbit.
Undang-undang ini memberi bantuan napas kepada penerbit, tetapi tidak menyelesaikan ketimpangan relasi kuasa antara platform digital dengan penerbit.
Relasi kuasa platform digital dengan penerbit disebut sebagai ‘’frenemy’’, friend and enemy. Teman sekaligus musuh.
Melihat ketimpangan yang benar-benar jomplang, sebenarnya relasi kuasa itu lebih tepat disebut sebagai ‘’fredator’’ friend and predator.
Platform digital sebagai teman tapi sekaligus predator pemangsa.
Presiden Jokowi mengatakan bahwa negara harus hadir membela media yang terpojok tidak berdaya oleh perusahaan platform.
Indonesia sedang mengadopsi model ‘’publisher right’’ ala Eropa supaya platform digital bisa memberi kompensasi kepada penerbit yang berita-beritanya ditayangkan oleh platform digital.
Berhadapan dengan kapitalisme global raksasa seperti perusahaan platform tentu tidak gampang, tetapi, upaya pemerintah Indonesia bersama masyarakat pers untuk memperjuangkan hak-haknya layak ditunggu hasilnya.
Cak Abror menyebut pers Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Ada apa sebenarnya? Simak ulasannya di sini.
- RUU Penyiaran Dianggap Berpotensi Bungkam Kebebasan Pers
- Rosan Roeslani, Sufmi Dasco, Hingga Wiranto Jadi Dewan Penasihat GP Ansor 2024-2029
- Nadiem Makarim Batalkan Kenaikan UKT, Instruksi Jokowi?
- Sinyal Kuat Pembantu Jokowi Ini Maju Pilgub Jateng Lewat PDIP, Siapa?
- Jaksa Agung dan Kapolri Bertemu di Tengah Isu Penguntitan Jampidsus, Lihat Ekspresi Mereka
- HNW Apresiasi ICJ yang Perintahkan Agar Israel Hentikan Serangan di Rafah