Pesan Gunung Krakatau, Waspadalah Pantai Barat Sumatera!

Pesan Gunung Krakatau, Waspadalah Pantai Barat Sumatera!
Erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda (BNPB). Foto: istimewa

jpnn.com - 25 November 1883, dua bulan setelah ledakan Gunung Krakatoa yang legendaris itu, gempa besar disertai tsunami mengguncang Pantai Barat Sumatera. Mari belajar dari sejarah…
 
WENRI WANHAR – JAWA POS NATIONAL NETWORK
 
Malam ini, Selasa (25/12) ada kabar dari seorang kawan lama yang tinggal di  Lampung. “Gunung Anak Krakatau meletus. Letusannnya kedengaran berkali-kali,” katanya.
 
Sebagaimana diketahui, beberapa hari lalu air laut di Selat Sunda naik. Menjilati bibir pesisir Banten dan Lampung.
 
Menelaah sejarah, pesisir Lampung dan Banten juga pernah dilumat air laut karena gejolak Gunung Krakatoa—induknya Anak Krakatau—pada 27 Agustus 1883.
 
Ratusan laporan internasional mencatat peristiwa itu.
 
Muhammad Saleh, saksi mata selamat di Lampung menarasikannya dalam Syair Lampung Karam. Ong Leng Yauw, saksi mata di Banten juga mencatat kejadian itu.
 
Yang juga perlu diketahui, dua bulan setelah ledakan induk Gunung Anak Krakatau tersebut, gempa besar disertai apa yang kini disebut tsunami melanda Pantai Barat Sumatera.

Pejabat kolonial Hindia Belanda, Letnan I Infanteri J.C Boelhouwer melapokannya dalam Ridder van de Militaire Willems Orde Kelas IV.

Hari itu, 25 November 1883. Sekira pukul 10 malam. Boelhouwer—orang yang bertugas menumpas Perang Padri—sedang bertamu ke rumah seorang pejabat Belanda.

Tetiba bumi berguncang. Gempa berkisar 8,8 SR hingga 9,2 SR. 
 
“Dia melihat seorang nona yang duduk di atas bangku, hampir saja meluncur sebelum dipegang oleh beberapa orang pemuda,” ungkap Yose Hendra, sejarawan dari Universitas Andalas Padang, peneliti sejarah gempa, kepada JPNN.com.
 
Di beberapa tempat, lanjutnya, tanah terbelah selebar dua kaki atau lebih. Laut bergolak dengan dahsyat. Semua perahu yang sedang tertambat di pelabuhan Pariaman dan Padang hanyut jauh dan terpencar.

Beberapa hari kemudian, Boelhouwer mencatat, bahwa dirinya masih merasakan guncangan-guncangan gempa dengan skala kecil.

Akibatnya, di Padang sejumlah rumah batu, termasuk gereja, rusak parah. Gereja malah tak bisa dipakai lagi.

Dalam perjalanan ke Padang, dia juga menemukan beberapa parit perlindungan yang rusak berat di pantai.

Di Bengkulu, dia mendengar seluruh dermaga hancur, kecuali kantor bea cukai.

25 November 1883, dua bulan setelah ledakan Gunung Krakatoa yang legendaris itu, gempa besar disertai tsunami mengguncang Pantai Barat Sumatera.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News