Pet, Nyerempet Sejarah Topi Copet

Pet, Nyerempet Sejarah Topi Copet
Para loper koran dengan topi copet. Foto: Capture Gentlemans Gazette.
“Saya berdiri pakai baju dan celana pendek dekat ibu Siti Safiah yang menggendong adik saya, Rohana, berusia satu tahun. Di Samping ibu tampak ayah…ayah menggunakan pakaian formal ambtenaar Binnenlands Bestur (BB) baju jas tutup, dengan kancing besar bertulisan W dari nama Ratu Wilhelmina, dan di kepalanya topi pet warna putih,” kenang Rosihan.

 

Topi pet. “Nama sebenarnya flat cap. Mulanya, bagian dari identitas rakyat jelata di Inggris. Kelas pekerja, buruh pelabuhan, dan loper koran. Makanya disebut juga topi newsboys,” kata Hendri Tegal, pengelola tokomahari, kedai online yang khusus menjajakan flat cap, kepada JPNN di Solo, beberapa hari lalu.

 

Saya mengenal Henri Tegal sejak masih remaja tanggung di Jakarta. Dulu, kami sama-sama pengamen Ibukota. Dan—untungnya--hidup di lingkungan yang tradisi diskusi-membaca-nya lumayan kuat.

 

Ketika saya mulai jadi wartawan, dia hijrah ke Solo. Bersama istrinya yang alumni UNS, dia merintis usaha rumahan; memproduksi topi flat cap. Pelanggannya berbagai kalangan. Om Bagus, vokalis band Netral satu di antaranya.

 

DI negeri asalnya, topi jenis ini disebut newsboys. Ciri khas anak-anak penjaja koran. Di perantauan, topi ini beragam nama. Yang paling atraktif di Indonesia; topi copet.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News