Petkuq Meheuy, Para Penjaga Benteng Paru-Paru Bumi

Petkuq Meheuy, Para Penjaga Benteng Paru-Paru Bumi
Petkuq Meheuy, Para Penjaga Benteng Paru-Paru Bumi

Dari 45 orang Petkuq Meheuy, Yatim membaginya menjadi tiga kelompok dalam jumlah yang sama. Setiap kelompok ditempatkan pada tiga titik yang sudah ditentukan. Secara bergantian, tak jarang hampir sebulan lamanya pasukan Petkuq Meheuy berjaga di hutan untuk mengusir oknum yang dicurigai merusak alam.

''Kami menyadari, tidak semua wilayah bisa terjaga. Setidaknya kami mengurangi akses masuk bagi para perusak hutan,'' ujar pria yang menjadi Petkuq Meheuy sejak berusia 17 tahun itu.

Mereka hidup di hutan hanya berbekal beras, garam, kecap, dan sebilah mandau. Ya, hanya itu senjata mereka untuk survive dan menjaga alam dari tangan-tangan perusak. Tidur di tengah hutan dengan binatang buas yang mengintai sudah jadi kehidupan mereka.

''Kami sering bertemu mereka di tengah hutan. Bagi kami, binatang buas sebenarnya adalah manusia yang merusak alam. Mereka lebih mematikan,'' lanjut suami Rosalina itu.

Jawa Pos sempat diajak Yatim untuk mengunjungi titik Sepan pekan lalu. Dulunya, itu tempat Yatim dan beberapa rekannya bertugas. Pos itu berupa bangunan kayu khas Dayak yang sederhana. Di dalamnya, hanya ada alas seadanya untuk beristirahat para Petkuq Meheuy. ''Jarang anak-anak tidur di sini, biasanya di hutan,'' ucapnya.

Sebagai Petkuq Meheuy, mereka pantang berlaku semena-mena. Saat bertemu penebang hutan ilegal, tidak serta-merta mereka mengusir dengan kekerasan. Meski, terkadang memang berakhir pada perdebatan dan usiran dengan kasar.

''Mereka kami ajak ke pos. Kami jelaskan alasan melarang mereka menebang dan akibat buruknya terhadap alam. Malah, beberapa dari yang kami jelaskan ingin ikut menjaga hutan ini,'' ujar Yatim. 

Begitu banyak tantangan yang dihadapi para penjaga hutan seperti Yatim. Selain binatang buas dan oknum penebang hutan ilegal, tersesat tanpa arah bisa menjadi petaka. ''Saat itu, saya hanya berjalan dan tanpa meninggalkan tanda,'' kisahnya.

PENEBANGAN hutan demi komoditas kayu dan pembakaran hutan demi terbukanya lahan selalu saja berulang. Semua seakan tanpa solusi. Karenanya,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News