Petkuq Meheuy, Para Penjaga Benteng Paru-Paru Bumi

Petkuq Meheuy, Para Penjaga Benteng Paru-Paru Bumi
Petkuq Meheuy, Para Penjaga Benteng Paru-Paru Bumi

jpnn.com - PENEBANGAN hutan demi komoditas kayu dan pembakaran hutan demi terbukanya lahan selalu saja berulang. Semua seakan tanpa solusi. Karenanya, sungguh mulia ketika di dalam hutan Wehea, Kalimantan Timur, masih ada sejumlah anak muda yang mengabdikan hidup untuk menjaga kelestarian alamnya.

Hutan Wehea terletak di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur. Jika ingin kesana Butuh perjalanan darat sekitar 15 jam dari Balikpapan menuju ke lokasi itu. Di sana, terhampar 38 ribu hektare hutan lindung yang masih terjaga dengan baik.

Itu adalah rumah bagi tiga spesies yang terancam punah, yakni orang utan, macan dahan, dan beruang madu. Pada 2009, pemerintah menetapkan Lembaga Adat Dayak Wehea sebagai penerima kalpataru karena melestarikan hutan lindung Wehea.

Di saat hutan-hutan di Kalimantan terus menciut sebagai dampak alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, hak pengusahaan hutan (HPH), hutan tanaman industri, dan pertambangan, hutan Wehea tetap terjaga dengan baik.

Faktanya, Kalimantan dengan hutannya yang disebut sebagai paru-paru bumi terus tergerus luasnya dari tahun ke tahun. Luas hutan Kalimantan pada awal 2000-an masih 40,8 juta hektare, sekarang diperkirakan tak lebih dari 20,5 juta hektare.

Lalu, bagaimana cara Lembaga Adat Dayak Wehea melestarikan hutan? Berbagai kiat dilakukan, dan salah satunya adalah membentuk Petkuq Meheuy, kelompok anak muda penjaga hutan. Mereka hanya terdiri atas 45 orang yang menjaga hutan seluas 38 ribu hektare.

Tentu, itu bukan jumlah yang ideal. Tentu banyak tantangan yang dihadapi. Tetapi, Sabinus Yatim, 27, komandan Petkuq Meheuy sejak 2005 hingga Februari 2015, punya strategi khusus agar luas hutan yang tak sebanding jumlah penjaga itu bisa diatasi.

''Kami membangun tiga pos penjaga. Biasanya lokasi-lokasi itu menjadi akses masuk para penebang ataupun penambang liar,'' kata Yatim kepada Jawa Pos (Induk JPNN). Tiga pos itu dibangun di tiga titik, yakni gerbang masuk, titik Sepan, dan titik P.

PENEBANGAN hutan demi komoditas kayu dan pembakaran hutan demi terbukanya lahan selalu saja berulang. Semua seakan tanpa solusi. Karenanya,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News