PIA: Membangun Kolaborasi Gerakan Pemberantasan Korupsi

PIA: Membangun Kolaborasi Gerakan Pemberantasan Korupsi
Para Pembicara diskusi bertajuk Membangun Kolaborasi Gerakan Pemberantasan Korupsi yang diadakan Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) di Gedung Perpustakaan Nasional, Selasa (14/1/2020). Foto: Dok. Humas PIA for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengesahan hasil revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Oktober 2019 lalu menjadi sorotan karen dianggap mereduksi kewenangan lembaga tersebut dan dikhawatirkan akan mempersulit upaya pemberantasan korupsi ke depan. Proses revisi yang memakan waktu hanya 13 hari menyisakan pertanyaan, seberapa serius legislatif dan eksekutif melakukan proses legislasi dan bagaimana pelibatan masyarakat selama revisi berlangsung.

Pascapengesahan revisi UU KPK, timbul keinginan untuk terus menggelorakan semangat memberantas korupsi. Para penggiat antikorupsi terus memperkuat jejaring di berbagai elemen masyarakat serta memperkuat kolaborasi dengan pemerintah dan wakil-wakil legislatif yang memiliki kesamaan nilai.

“Korupsi menjadi musuh bersama sehingga kolaborasi mutlak dibutuhkan. Dalam hal ini perempuan harus mengambil bagian secara aktif karena akan menjadi pihak yang paling rentan terkena dampak korupsi. Pada dasarnya kita semua akan terkena dampaknya bila korupsi terus merajalela,” kata Anita Wahid, pegiat Perempuan Indonesia Antikorupsi (PIA) dalam acara diskusi ‘Membangun Kolaborasi Gerakan Pemberantasan Korupsi’ yang diadakan PIA di Gedung Perpustakaan Nasional, Selasa (14/1/2020).

Gerakan kolaborasi juga diharapkan datang dari kelompok muda yang akan menentukan masa depan Indonesia. Selain semangat dan idealisme tinggi yang mereka miliki, kaum muda Indonesia saat ini juga saling terhubung dengan lebih mudah melalui berbagai sarana komunikasi.

“Anak muda harus ikut mengawal pemberantasan korupsi, agar di hari tua nanti kita punya kesempatan untuk melihat Indonesia  yang makmur dan sejahtera,” ujar William Adiyta Sarana, anggota DPRD DKI yang masuk golongan anak muda.

Relevansi, kepedulian dan komitmen generasi muda terhadap keberlangsungan pemberantasan korupsi harus didengar dan terus membesar. Langkah ini memerlukan stamina, keberlanjutan gerakan dan konsistensi komitmen. Hal ini sangat penting karena akan banyak tantangan dan gangguan sepanjang perjalanan.

“Politik akan selalu dinamis karena harus berkompromi, tetapi nilai-nilai antikorupsi pantang dikompromikan,” tegas William.

Sementara itu, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Pancasila Ade Iva Murti mengatakan nilai-nilai antikorupsi harus ditanamkan sejak awal oleh keluarga. “Jangan sampai kita memikirkan bagaimana cara memberantas korupsi, tetapi kita tidak tahu apa yang ditanamkan pada anak supaya di masa depan mereka tidak tergoda untuk melakukannya,” ujar Ade Iva.

Pascapengesahan revisi UU KPK, timbul keinginan untuk terus menggelorakan semangat memberantas korupsi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News