PISPI: RUU SBPB Harus Sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi

PISPI: RUU SBPB Harus Sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi
Pembicara diskusi Diskusi dengan tema “RUU Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan: Anti Kriminalisasi Petani?" di Jakarta, pada Jumat (23/8/2019). Foto: Ist

Dengan berbagai pertimbangan, pada tahun 2017 Komisi IV DPR RI mengusulkan revisi atas UU SBT dan mengubahnya menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan (SBPB).

Mengenai ini, Anggota Komisi IV DPR RI Hasanuddin membenarkan bahwa kemungkinan besar RUU SBPB akan disahkan pada bulan September 2019 ini, yakni sebelum DPR RI periode 2014-2019 purna bakti.

“Ada 5 komponen penting dalam RUU SBPB yakni akses petani terhadap tanah, benih, pengairan, pengembangan sumber daya petani dan jaminan pasar hasil pertanian,” ujarnya.

Dia juga meminta kepada peserta diskusi untuk memberikan masukan terhadap RUU SBPB, terutama pasal-pasal yang dapat berpotensi mengkriminalisasi petani.

Panasihat IHCS Gunawan mempertanyakan perubahan nomenklatur SBT ke SBPB terkait penggunaan istilah sistem dalam RUU ini dan meneruskan makna keberlanjutan.

“Apabila semangatnya mengganti, apakah mau mengembalikan sistem pertanian ke alami atau malah menyeimbangkan pertanian alami dengan non-alami buah revolusi hijau,” ungkapnya.

Terkait hak petani untuk mencari, mengembangkan dan mengedarkan benih untuk komunitasnya, MK telah memutuskan diperbolehkan bagi perorangan petani kecil untuk komunitasnya. Oleh karena itu, pembahasan RUU SBPB harus mempertimbangan putusan MK tersebut.

“Namun dalam RUU SBPB frasa komunitas diganti dengan kelompok, ini perlu pendalaman,” tambahnya.

Terkait hak petani untuk mencari, mengembangkan dan mengedarkan benih untuk komunitasnya, MK telah memutuskan diperbolehkan bagi perorangan petani kecil untuk komunitasnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News