Polarisasi Pilpres 2014 dan Pilkada DKI Berpotensi Lanjut di 2019

Polarisasi Pilpres 2014 dan Pilkada DKI Berpotensi Lanjut di 2019
Pilpres 2014. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengkubuan keras hingga tingkat akar rumput yang terjadi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 harus menjadi pelajaran.

Kontestasi yang hanya diikuti dua pasangan capres-cawapres itu dianggap tidak baik bagi keharmonisan masyarakat.

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Ashiddiqie mengatakan, dampak dari polarisasi Pilpres 2014 masih terasa hingga sekarang.

Bahkan, lanjut dia, jika melihat basis massanya, yang terjadi atas panasnya pilkada DKI juga tidak terlepas dari pengaruh tersebut.

’’Seolah-olah sejak Pilpres 2014 itu kita belum move on,’’ ujarnya setelah menghadiri Prakongres II Etika Berbangsa dan Bernegara di kantor Komisi Yudisial (KY), Jakarta, kemarin (4/5).

Jika melihat kondisi sekarang, tidak tertutup kemungkinan pula polarisasi yang terjadi pada Pilpres 2014 dan pilkada DKI bakal berlanjut pada 2019.

Untuk itu, ujar dia, konstruksi desain revisi UU Pemilu mendatang harus membuka peluang calon presiden yang terbuka. Harapannya, nanti ada banyak alternatif capres yang bisa dipilih masyarakat.

Desain yang ada dalam UUD 1945, menurut dia, memang mengharapkan adanya capres yang banyak. Karena itu, ada mekanisme dua putaran yang disiapkan.

Pengkubuan keras hingga tingkat akar rumput yang terjadi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 harus menjadi pelajaran.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News