Politik Uang, Kesalahan Parpol dan Elite

Politik Uang, Kesalahan Parpol dan Elite
Politik Uang, Kesalahan Parpol dan Elite
Anggota Komisi II DPR Arif Wibowo mengakui bahwa praktik politik uang merupakan bentuk kegagalan partai. Itu sudah menjadi catatan yang terus dievaluasi. Munculnya politik uang disebabkan adanya kecenderungan pragmatisme dari internal partai. "Yang memulai memang elite (politik) sendiri," katanya di tempat terpisah.

Jika dikatakan hal tersebut terjadi karena gagalnya kaderisasi dan pendidikan politik, Arif menyatakan faktor itu telah terbantahkan. Kenyataannya, jika melihat parpol, publik saat ini selalu beranggapan apatis. Sistem demokrasi yang coba ditawarkan partai pun menjadi tidak berguna. "Itu berulang terus-menerus. Secara otomatis, ya sudah, yang konkret saja," tegasnya mengilustrasikan. Meski begitu, dia sependapat bahwa publik tidak boleh disalahkan atas situasi tersebut.

Lantas, solusi apa yang ditawarkan? Arif menyatakan, cita-cita untuk membuat pemilu yang murah harus segera diwujudkan. Praktik politik uang, yang bermuara pada korupsi, muncul karena biaya pemilu yang tinggi. Karena itu, konsep penggabungan pemilu harus segera diwujudkan. "Pemilu nanti hanya terjadi dua kali, pemilu nasional dan pilkada serentak," saran dia.

Semua dana pilkada tersebut, kata dia, harus ditanggung sepenuhnya oleh APBN. Usul itu memang baru sebatas wacana. Namun, ide tersebut merupakan salah satu terobosan pemilu dengan biaya murah. "Regulasi harus diperbaiki. Sebab, itu akan mengulangi pemilu berbiaya tinggi," ujarnya.

JAKARTA - Sikap publik yang menerima politik uang mengejutkan berbagai pihak. Misalnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, hasil survei oleh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News