Polling Kemendes PDTT: Mayoritas Kades Tidak Setuju Mudik

Polling Kemendes PDTT: Mayoritas Kades Tidak Setuju Mudik
Kepala Pusat Data dan Informasi Ivanovich Agusta. Foto: Humas Kemendes PDTT

Opini fifty-fifty itu jika hendak diterapkan apa adanya, akan menghasilkan alternatif format kebijakan yang mengandung sekaligus larangan dan himbauan untuk tidak mudik.

Pertama, mudik dilarang, dan kehidupan migran di kota harus didukung pemerintah kota. Kedua, yang terpaksa mudik harus memiliki alasan kuat karena dari sisi kesehatan membahayakan desa, dan di desa harus melapor ke Relawan Desa Lawan Covid-19. Relawan ini dibentuk sebagai konsekuensi Surat Edaran Menteri Desa PDTT No 11/2020 yang terbit 24 Maret 2020. Pada saat ini ada lebih dari 550 ribu relawan di 4.500-an desa di seluruh Indonesia. Jumlahnya cenderung meningkat dari hari ke hari.

Di sinipun, kesehatan masih mencuat sebagai alasan hampir mutlak bagi seluruh kepala desa (88,92 persen pada pendukung larangan, dan 86,24 persen pada pendukung himbauan). Pendukung himbauan untuk mudik selanjutnya mengemukakan alasan ekonomi (33,54 persen), kemudian diikuti sosial (19.95 persen) dan keamanan (21.32 persen). Adapun pendukung larangan mudik selain didasarkan alasan kesehatan, juga alasan sosial (24,59 persen), lalu diikuti ekonomi (16,28 persen) dan keamanan (16,79 persen).

Berbagai konfigurasi landasan argumen itu menunjukkan alternatif kebijakan perlu berlandaskan alasan kesehatan yang sekaligus ditautkan dengan alasan sosial, ekonomi, dan keamanan. Contohnya: tidak mudik untuk mencegah penyebaran Covid-19, sebagai rasa sayang kepada anggota keluarga agar tidak terkena wabah, lagipula pemerintah menjamin kebutuhan dasar dan keamanan di kota.

Dalam polling ini, latar belakang desa-desa yang dipimpin para kepala desa itu turut dikaji. Ternyata, kepala desa yang dengan kategori opini “setuju mudik”, maupun kategori opini “tidak setuju mudik”, memiliki kondisi desa yang serupa. Keserupaaan itu mencakup aspek status perkembangan desa, demografi, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, akses telematika, jalur logistik ke desa, lembaga finansial, mata pencaharian utama warga, keragaman agama, keragaman etnis dan keberadaan lembaga adat.

"Kondisi desanya serupa, tapi menghasilkan opini kades yang berbeda. Artinya, aman untuk menyatakan, bahwa opini kepala desa atas mudik tahun ini terutama didasarkan pada argumen-argumen rasional ketimbang primordial atau tradisi," kata Ivan, sapaan akrabnya.

Ini menginformasikan, seharusnya rasio atau ilmu pengetahuan menjadi dasar penyusunan kebijakan mudik (atau batal mudik) tahun ini. Sebaiknya argumen ilmiah kesehatan lebih dikemukakan daripada jenis argumen lainnya, karena itulah dasar pembentuk opini kepala desa.

Polling diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) dan Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (Balilatfo), Kementerian Desa PDTT. Ini dikerjakan sebagai bagian dari pendampingan desa di seluruh Indonesia.(ikl/jpnn)

Berdasarkan hasil polling yang dilakukan oleh Kemendes PDTT, mayoritas kepala desa tidak setuju adanya mudik tahun ini.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News