PPKM Gedor

Oleh: Dahlan Iskan

PPKM Gedor
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Shanghai adalah ''ibu kota'' ekonomi bagi Tiongkok. Wartawan asing juga harus ikut peraturan. Beberapa wartawan pun menulis pengalaman pribadi –yang jadi sumber penulisan ini.

Baca Juga:

Selama dua minggu itu mereka harus hanya tinggal di dalam rumah. ''Rumah'' di ''Shanghai masa kini'' umumnya kamar di sebuah apartemen yang menjulang tinggi.

Pintu rumah harus dikunci sendiri. Pintu keluar gedung apartemen dikunci oleh petugas. Pakai kunci rantai. Rantainya dimasukkan ke selang plastik –seperti yang biasa untuk mengunci sepeda.

Setiap pagi ada petugas yang berjalan di lorong di setiap lantai. Petugas itu membawa toa: halo-halo. Untuk menyerukan agar masing-masing membuka kamar. Dan stand by di depan pintu. Petugas akan membawa mereka turun ke lantai bawah.

Bagi yang pintunya belum dibuka, petugas akan mengetuk pintu dengan keras. Ketukan berubah seperti gedoran: kalau penghuni rumah belum muncul di pintu. Gedoran tidak akan berhenti sampai penghuni merespons.

Mereka digiring ke bawah. Ke sebuah tenda di halaman kompleks apartemen. Bergilir. Dengan jarak yang diatur. Harus pakai masker. Harus membawa HP –untuk menerima perintah lewat ''PeduliLindungi'' versi sana.

Pagi itu mereka dites. Di tenda itu. Yang negatif langsung kembali ke apartemen. Mengunci diri lagi di dalamnya. Sampai ada toa yang meneriakkan panggilan berikutnya keesokan harinya.

Bagi yang positif langsung dikirim ke karantina.

KITA masih ingat rasa susahnya saat PPKM –atau apa pun istilah sebelumnya. Itulah yang kini masih dirasakan oleh penduduk Shanghai.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News