Presidential Threshold Semangatnya Koalisi-Transaksional

Presidential Threshold Semangatnya Koalisi-Transaksional
Bendera Parpol. Ilustrasi Foto: Puji Hartono/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen kursi atau 25 persen perolehan suara nasional di Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dinilai membuka ruang lebih besar untuk transaksional politik.

Pasalnya, menurut Pengamat Politik dari Universitas Jayabaya Igor Dirgantara, partai politik akan mengedepankan semangat koalisi dibanding mengusung calon potensial yang dimilikinya.

Pendapat ini sebelumnya juga dikemukakan Effendi Gozali, salah seorang Pemohon judicial review UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jadi benar bahwa adanya PT 20 persen memang mengusung semangat koalisi parpol, dan biasanya berujung transaksional," kata Igor kepada awak media.

Bahkan dengan PT 20-25 persen yang sudah disahkan DPR, parliamentary threshold (4 persen), sistem pemilu terbuka, dapil magnitude (3-10 kursi), dan dengan metode konversi suara sainte lague murni, maka PDIP dan Presiden Joko Widodo lebih diuntungkan.

"Sekalipun tidak ada satu pun parpol yang bisa mengusung capresnya sendiri. PDIP sebagai pemenang pemilu 2014 harus berkoalisi dengan partai lain untuk mencapai PT 20 persen. Itu karena petahana bisa dengan agresif dan leluasa melakukan politik dagang sapi kepada partai pengusungnya nanti," ucap Igor.

Karena itu, direktur lembaga Survei dan Polling Indonesia (SPIN) ini menilai, dengan kondisi demikian lebih baik semua parpol peserta pemilu yang lolos verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) diberikan kesempatan yang sama untuk mencalonkan atau mengusung calon presidennya tanpa PT (0 persen).

"Ini lebih menciptakan kompetisi dalam pemilu yang sehat, dan kandidat tidak tersandera oleh koalisi parpol yang mengusungnya ketika menang," tandasnya.(fat/jpnn)


Presidential threshold 20 persen kursi atau 25 persen perolehan suara nasional dinilai membuka ruang lebih besar untuk transaksional politik.


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News