Proyek Food Estate Jokowi Mengancam Kehidupan Masyarakat Adat di Indonesia

Proyek Food Estate Jokowi Mengancam Kehidupan Masyarakat Adat di Indonesia
Seorang warga suku Baduy Luar mengambil padi di dalam lumbung padi di Kampung Gajeboh, Lebak, Banten. (Foto: ANTARA FOTO)

Dalam kunjungannya Kamis (08/10), Presiden Jokowi berharap model pengembangan lahan pangan terintegrasi di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, dapat meningkatkan pendapatan petani.

Baca Juga:

Ia menyampaikan, jika berhasil, 'food estate' di Kalimantan Tengah akan menjadi percontohan di lokasi lain.

Namun, penelusuran ABC menemukan sejumlah kritik atas rencana ini, salah satunya karena Presiden Jokowi dianggap tidak belajar dari kesalahan masa lalu.

Menurut Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Edo Rakhman, rencana Presiden Jokowi serupa dengan program Sejuta Hektar Lahan Gambut yang digagas era pemerintahan Suharto yang gagal.

"Kami meminta agar Pemerintah tidak lagi mengulang kesalahan masa lalu dan berhenti gunakan pandemi sebagai alasan untuk mengeksploitasi [lingkungan]," ujar Edo.

Selain itu, Food First Information and Action Network (FIAN), lembaga internasional yang mengadvokasi hak pemenuhan pangan dan nutrisi, mengkhawatirkan maraknya calo tanah dalam program ini.

"Apa bedanya kebun pangan dan sawah? Kalau sawah kepemilikan per petak. Kalau kebun pangan skala luas, monokultur dan korporasi. Kondisi seperti itu broker bisa bermunculan," ujar Ketua Dewan Nasional FIAN Indonesia, Laksmi Savitri.

Masyarakat adat penyangga pangan terancam

Hal lain dari program 'food estate' yang perlu dipertimbangkan menurut kajian Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah ancaman terhadap masyarakat adat.

Presiden Joko Widodo kemarin meninjau lahan pangan terintegrasi untuk lumbung pangan atau food estate di Kalimantan Tengah

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News