Punya 1 Senjata Ilegal Saja Dihukum, Apalagi Sampai 5.000

Punya 1 Senjata Ilegal Saja Dihukum, Apalagi Sampai 5.000
Ketua MPR Zulkifli Hasan. Foto: dok. Humas MPR

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan turut mengomentari kabar tentang 5.000 senjata ilegal pesanan pihak tertentu yang bisa digagalkan saat hendak dimasukkan ke Indonesia. Dia berharap agar kasus tersebut tak dibiarkan begitu saja. 

Menurut Zulkifli, keberadaaan senjata yang diimpor oleh pihak non-militer tersebut cukup mengkhawatirkan. Karena Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memiliki data lengkap, maka Zulkifli mengharapkan kasus itu segera diusut tuntas. 

"Ya diusut saja, kalu ilegal ya diusut, ditindak, sesuai peraturan berlaku. Namanya juga ilegal kan," katanya saat ditemui usai mengisi acara Sosialisasi Empat Pilar MPR dalam Simposium Nasional Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Sabtu (23/9) siang. 

Ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menegaskan, harus ada proses hukum terkait senjata ilegal pesanan instansi non-militer itu. Apalagi pihak pemesannya mencatut nama Presiden Joko Widodo.

"Satu saja dihukum apalagi 5.000. Kalau orang pakai pistol satu enggak izin bagaimana? Apalagi 5.000," tegasnya.

Karena itu Zulkifli menunggi tindakan nyata atas kasus itu. "Tunggu saja bagaimana pihak kepolisian mengusut itu," tandasnya.

Sebelumnya kabar tentang senjata ilegal itu diungkap Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dalam pertemuan dengan para purnawirawan petinggi TNI di Cilangkap, Jumat (22/9). Menurut Gatot, dirinya mengantongi informasi intelijen tentang pihak non-militer yang memesan senjata untuk dimasukkan ke Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo. 

Namun, upaya itu sudah digagalkan. "Memakai nama presiden, seolah-olah itu dari presiden yang berbuat padahal saya yakin itu bukan dari presiden," ujar Gatot.(dkk/jpnn)


Menurut Zulkifli, keberadaaan senjata yang diimpor oleh pihak nonmiliter tersebut cukup mengkhawatirkan. Karena itu, harus ada proses hukum.


Redaktur & Reporter : Muhammad Amjad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News