Punya Tujuh Turunan, Saksi Mata Letusan Krakatau 1883

Punya Tujuh Turunan, Saksi Mata Letusan Krakatau 1883
Punya Tujuh Turunan, Saksi Mata Letusan Krakatau 1883
"Gunung di laut ngabeledug (meletus)," begitulah kabar yang didapatkan Maemunah tidak lama setelah letusan. Sesaat seusai gempa, terjadi hujan abu bercampur pasir yang berlangsung terus-menerus selama seminggu.

Setelah hujan abu dan pasir mereda, giliran hujan es melanda kawasan sekitar kediaman Maemunah di Kampung Jaha Girang, Desa Kadudodol, Cimanuk. Langit gelap gulita, tidak menyisakan celah untuk matahari bersinar karena tertutup awan hasil letusan dahsyat Krakatau.

Perempuan yang memiliki sepuluh anak itu juga masih ingat masa pembangunan rel kereta api di Rangkasbitung pada akhir 1800-an. Sebelum rel tersebut dibangun, dia biasa bepergian ke Jakarta dengan berjalan kaki. Tujuannya adalah kawasan yang kini menjadi Pasar Tanah Abang.

Fenomena lain yang sempat membuat dokter geleng-geleng kepala adalah fakta seputar kesehatan Maemunah. Anak bungsunya, Sanawati, lahir pada 1952. Artinya, Maemunah melahirkan saat berusia 85 tahun!

PERNAH membayangkan ada manusia berumur 145 tahun? Rasanya mustahil. Namun, tidak bagi anak-cucu Nenek Maemunah, warga Cimanuk, Pandeglang, Banten.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News