Putusan Majelis Hakim PTUN Soal Gugatan Daryatmo Cs Janggal

Putusan Majelis Hakim PTUN Soal Gugatan Daryatmo Cs Janggal
Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Hukum DPP Hanura Petrus Selestinus saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (3/7). Foto: Ist

"Dan kalau ada penolakan dari sekurang-kurangnya 2/3 peserta Munas/Munaslub barulah Menkumham terkendala untuk memberikan pengesahan dan menunggu penyelesaian di Mahkamah Partai," tutur dia.

Petrus menerangkan bahwa SK yang digugat merupakan SK yang bersifat deklaratif absolut. Pasalnya, perubahan pengurus partai politik di tingkat pusat dilakukan pada jabatan Sekjen yang menurut AD/ART Partai Hanura hanya cukup dengan Rapat Pleno DPP atau di Hanura cukup dilakukan oleh Ketua Umum berdasarkan mandat Rapimnas, sehingga cukup didaftarkan dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri.

“Perubahan tersebut tidak memerlukan verifikasi sebagaimana dalam pengesahan kepengurusan hasil FTPKPP karena menyangkut apakah ada penolakan dari 2/3 peserta FTPKPP, Akta Notaris dan lain-lain. Majelis hakim tidak bisa membedakan antara pergantian pengurus berdasarkan Keputusan parpol yang bersumber dari FTPKPP dan mana yang merupakan Keputusan Parpol bersumber dari Keputusan Parpol yang bersifat insidentil melalui Rapat Pleno atau Mandat Ketua Umum," ungkap dia.

Sebagaimanan diketahui, Majelis Hakim telah memutusakan perkara Gugatan Perselisihan Pattai Politik No. 24/G/2018/PTUN-JKT, Tertanggal 26 Juni 2018. Dalam perkara tersebut, Daryatmo dan Sarifuddin Sudding sebagai Pengugat melawan Menteri Hukum dan HAM sebagai Tergugat dan DPP Partai Hanura sebagai Tergugat Intervensi II.

Dalam amar putusan, disebutkan, menyatakan batal surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 tanggal 17 Januari 2018 tentang Restrukturisasi, Reposisi dan Revitalisasi Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Masa Bhakti 2015-2020. 

Selain itu, majelis hakim mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 tanggal 17 Januari 2018 tentang Restrukturisasi, Reposisi dan Revitalisasi Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Masa Bhakti 2015-2020.

Namun demikian meskipun PTUN Jakarta mengabulkan gugatan Daryatmo-Sudding, Petrus menilai kepengurusan di bawah pimpinan Oesman Sapta Odang dan Herry Lontung Siregar tetap sah. Pasalnya, Menkumham dan DPP Hanura telah mengajukan banding atas putusan PTUN tersebut, sehingga konsekuensinya Menkum HAM RI dan KPU RI harus terikat kepada status belum adanya kekuatan hukum tetap dari putusan PTUN Jakarta dengan segala akibat hukumnya.

"Nah, dengan adanya banding dari Menkumham dan DPP Hanura atas putusan PTUN, maka kepengurusan yang sah dan bisa mewakili DPP Partai Hanura ke dalam dan ke luar adalah DPP Hanura kepengurusan OSO-Herry," ungkap dia.

Putusan PTUN Jakarta mengabulkan gugatan Daryatmo Cs atas SK Menkumham tentang Restrukturisasi, Revitalisasi dan Reposisi Kepengurusan Hanura dinilai janggal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News