Raisa si Balita 19 Bulan, Kehilangan Ayah, Kaki Diamputasi

Raisa si Balita 19 Bulan, Kehilangan Ayah, Kaki Diamputasi
Raisa Putri Adila di rumah keluarga besar ayahnya di Padukuhan Mengger, Karangasem, Paliyan, Gunungkidul. Foto: GUNAWAN/RADAR JOGJA

jpnn.com - GEMPA dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng) sudah berlalu. Namun sakit, trauma, dan luka yang diderita para korban selamat belum sepenuhnya sembuh. Seperti dialami Raisa Putri Adila. Balita 19 bulan.

GUNAWAN, Gunungkidul

Raisa, anak pasangan suami istri Suryanto dan Waidah. Raisa dan Waidah selamat. Namun sang ayah meninggal dunia setelah tubuhnya terjepit bangunan rumah. Saat gempa. Di Perumahan Balaroa, Palu, Sulteng.

Almarhum Suryanto lahir di Gunungkidul. Dia merantau di Palu. Bekerja di sebuah perusahaan percetakan. Suryanto mempersunting Waidah dan dianugerahi anak semata wayang. Raisa.

Ketika gempa besar berkekuatan 7,4 skala Richter mengguncang Palu dan Donggala Jumat (28/9) keluarga ini tidak sedang berkumpul. Waidah bekerja. Sedangkan Suryanto dan Raisa tinggal di rumah.

Sore itu, menjelang magrib Waidah mampir di toko swalayan. Tak lama berselang bumi bergetar kuat. Tubuhnya terpelanting dan jatuh di lantai. Di tengah kepanikan, Waidah teringat anak dan suami. Namun apa daya. Dia tidak bisa berbuat banyak.

Berjalan saja sempoyongan. Karena kuatnya getaran gempa. Waidah segera berlari keluar lewat pintu depan swalayan. Dia mendapati pemandangan mengerikan. Fenomena likuifaksi. Atau tanah bergerak. Kesempatan untuk lari sudah tidak ada.

Ketika guncangan gempa mereda, Waidah berkumpul dengan sekitar 50 orang lain. Mereka lantas berusaha mencari jalan aman. Hingga sampai di sebuah tanjakan. Setelah berjalan sekitar 1 kilometer. Di dekat kantor Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Sulteng mereka mengungsi selama dua malam.

Raisa, usia 19 bulan, menjadi korban gempa di Palu, Sulawesi Tengah Jumat (28/9) lalu, kakinya terpaksa diamputasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News