Rangkap Jabatan di BUMN Melanggar Etika Publik

Rangkap Jabatan di BUMN Melanggar Etika Publik
Kantor Kementerian BUMN. Foto: dok/JPNN.com

"Temuan Ombudsman ini harus menjadi alarm bagi Pak Eric Tohir. Rangkap jabatan lebih dari 500 kasus menunjukkan ini kebijakan by desain bukan by acsiden. Dalam situasi krisis pandemik begini, ini momentum pembenahan dan bersih-bersih. Para pemimpin BUMN perlu sensitif pada suara publik yang sedang menderita", papar Imdadun Rahmat.

Selain mempersoalkan temuan jabatan yang melanggar kepantasan, Imdadun juga menyinggung tidak adanya progres yang nyata terkait deradikalisasi di BUMN. Selama hampir satu tahun Said Aqil Siroj Institute melakukan pengamatan, lembaga riset ini menilai gerakan pro khilafah masih beraktifitas secara nyaman dan menyedot dana dari BUMN untuk aktifitas mereka.

"Sudah satu tahun lalu SAS Institute menyerukan pentingnya langkah nyata deradikalisasi di BUMN. Tapi hingga hari ini tidak ada langkah apa-apa. Kadang kita, aktivis pluralisme, toleransi, lembaga-lembaga yang bekerja untuk pilar kebangsaan ini merasa diremehkan. Di saat kader-kader muda ingin berdakwah dan berkontribusi atas deradikalisasi di BUMN, tidak kunjung dibuka pintunya" keluh Imdadun.

Dirinya menekankan bahwa, SAS Institute akan terus konsisten menjadi salah satu garda terdepan melawan radikalisme, menguatkan pilar kebangsaan dan meneguhkan kebebasan beragama di Indonesia.

"Kami akan terus berkampanye untuk toleransi, kerukunan dan anti kekerasan. Kami terus memantau lembaga-lembaga negara termasuk BUMN, jangan sampai justru menjadi sarang berkembangnya ideologi yang merongrong negara" tambahnya.

Ketika ditanya tentang seruan SAS Institute yang diabaikan Kementerian BUMN, Imdadun Rahmat tidak mau berspekulasi untuk menjawab. "Silahkan tanya kepada mereka. Bisa jadi orang-orang di sekitar Pak Eric tidak menganggap menjadi sarang ideologi radikal itu persoalan. Atau bisa jadi justru mereka bagian, atau punya hubungan dekat, atau minimal setuju dengan ideologi macam itu".

Publik tentu mengamati dan menilai apa yang dilakukan lembaga negara dan kementerian. Yang diperlukan adalah langkah nyata. Masyarakat juga menilai institusi pemerintahan dari komunikasi publik yang dijalankan.

Kalau cara komunikasinya jujur dan menghargai nalar publik, maka masyarakat akan respek. Itu menunjukkan lembaga dipimpin dengan integritas. Namun jika gaya komunikasinya menghakimi pers, mencari kambing hitam dan manipulatif, masyarakat akan berkesimpulan bahwa kementerian bersangkutan ada masalah.

Pidato Presiden Jokowi dalam sidang kabinet beberapa waktu lalu menjadi pembicaraan publik. Presiden melontarkan kekecewaan terhadap minimnya kesadaran krisis di dalam kabinetnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News