Refly Harun: Elit Cenderung Jadi Sumber Konflik Pemilukada
Jumat, 12 Agustus 2011 – 14:52 WIB
Lebih lanjut Refly mengungkap beberapa aspek penyebab ongkos Pemilukada jadi mahal seperti harus adanya uang untuk mendapatkan 'perahu' yang hanya dimiliki oleh partai politik. "Selain itu, elite pusat yang seharusnya bisa memberikan solusi damai, justru sering ambil posisi memanas-manasi situasi sehinga keadaan makin panas serta adanya syarat 15 persen partai pengusung. Ini membuat calon kepala daerah berbondong-bondong untuk mencari dukungan 15 persen," kata Refly.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Komite I DPD dari Provinsi Maluku, Jacob Jack Ospara mengatakan bahwa konflik yang terjadi di banyak Pemilukada, bukan disebabkan oleh elit tapi lebih karena kondisi masyarakat yang belum siap berdemokrasi.
"Di era Orde Baru dengan demokrasi terpimpin semua proses mendapatkan kepala daerah relatif tenang. Beda dengan demokrasi langsung sekarang yang dalam pelaksanaannya ternyata rakyat belum siap," kata Jacob.
Selain itu, dia juga menyebut rendahnya rata-rata pendidikan masyarakat Indonesia juga punya andil besar terhadap tidak mulusnya proses berdemokrasi langsung. "Setiap individu masyarakat boleh berkumpul dan menyatakan pendapat, sementara modal pendidikan masyarakat di daerah belum bagus karena mayoritas lulusan SD," katanya.
JAKARTA - Pengamat hukum tata negara, Refly Harun mengatakan konflik yang terjadi dalam proses Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) umumnya
BERITA TERKAIT
- Yusril Mundur, Fahri Pimpin Partai Bulan Bintang
- Sudaryono Siapkan Pentas Besar untuk Sanggar Tari di Sragen
- Pilgub Jateng 2024, PDIP Mulai Bergerak
- Jumlah Kementerian di Era Prabowo Kemungkinan Bertambah
- Ratusan Kader PDIP Semarang Lepas Kirab Obor Abadi Menuju Rakernas Jakarta
- PDIP Melanjutkan Kirab Obor Api Abadi Mrapen, Kali Ini Dilaksanakan di Kota Semarang