Regulasi Jadi Bom Waktu Transportasi Online

Regulasi Jadi Bom Waktu Transportasi Online
Ilustrasi Uber. Uber resmi diakuisisi Grab di Asia Tenggara. Foto: AFP

Selain dari sisi konsumen, keberadaan transportasi online juga berdampak kepada penciptaan lapangan pekerjaan bagi para mitra.

Di tengah tingkat pengangguran yang masih tinggi akibat stagnasi pertumbuhan ekonomi, serapan tenaga kerja di sektor tersebut bak oase di padang pasir.

“Ambil contoh dari jumlah pengemudi ojek online, terdapat lebih dari 400 ribu orang yang tergabung sebagai mitra pada tiga perusahaan aplikasi, yaitu Go-Jek, Grab, dan Uber. Jumlah itu tentu berpotensi bertambah apabila memasukkan mitra pengemudi taksi online ke dalam basis penghitungan,” kata Founder Indosterling Capital William Henley, Kamis (12/4).

Terdapat beberapa dalih yang membuat pengemudi mencari nafkah di sektor transportasi online.

Misalnya, jumlah pendapatan yang menggiurkan (bisa di atas upah minimum regional), fleksibilitas waktu bekerja, dan nilai-nilai lebih lainnya yang tidak didapat dalam transportasi konvensional. 

Seiring waktu berjalan, keuntungan juga dirasakan sektor-sektor lain. Misalnya sektor jasa layanan keuangan (perbankan) yang gencar memasyarakatkan transaksi nontunai.

Sektor kuliner juga terkerek disebabkan ongkos pengiriman barang melalui transportasi online yang kompetitif.

“Namun, ada bom waktu di balik cuan alias untung yang diraih konsumen, mitra, dan perusahaan aplikasi, yaitu regulasi. Peraturan yang ada dan diklaim mengatur transportasi online amat sangat rapuh baik untuk konsumen, mitra, maupun perusahaan aplikasi,” tambah William.

Kondisi sektor transportasi online di Indonesia sekarang ini layak disebut sedang mengalami quo vadis.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News