Regulasi Jadi Bom Waktu Transportasi Online

Regulasi Jadi Bom Waktu Transportasi Online
Ilustrasi Uber. Uber resmi diakuisisi Grab di Asia Tenggara. Foto: AFP

Menurut dia, penerbitan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 32 Tahun 2016 yang kemudian dibatalkan Mahkamah Agung (MA) dan selanjutnya direvisi menjadi PM 108 menjadi bukti nyata. 

Kerapuhan ini semakin terlihat jika Kementerian Perhubungan mengambil opsi untuk membuat peraturan menteri baru alih-alih merevisi sebagian pasal dalam PM 108.

“Ketidakpastian, terutama dalam bidang peraturan, tentu bakal menyurutkan niat investor untuk menanamkan modal di Indonesia. Ini patut diwaspadai,” tegas William.

Sebab, tren investasi menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pelan-pelan mulai bergeser dari sektor sumber daya alam ke sektor ekonomi digital.

Sebagai contoh, nilai investasi Go-Jek saja sampai awal 2018 sudah mencapai USD 4 miliar atau sekitar Rp 53 triliun.

Sementara itu, Grab menanamkan USD 6 miliar atau setara Rp 80 triliun. 

“Oleh karena itu, pemerintah bersama parlemen harus fokus membahas payung hukum utama dalam menopang transportasi online, yaitu UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya,” ujar William.

Di dalam UU itu, tak ada satu pun frasa ojek online maupun taksi online. Jika melihat rentang waktu dengan tahun ini, sudah banyak perubahan yang membuat UU itu mendesak direvisi.

Kondisi sektor transportasi online di Indonesia sekarang ini layak disebut sedang mengalami quo vadis.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News