Rencana Pertemuan Obama-Dalai Lama Bikin Tiongkok Berang
jpnn.com - WASHINGTON - Hari ini, Jumat (21/2), Presiden Amerika Barack Obama dijadwalkan bertemu pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama di Gedung Putih, Washington. Obama mengundang Dalai Lama dalam kapasitasnya sebagai tokoh keagamaan dan budaya yang dihormati.
Dalam keterangan pers, Kamis (20/2) malam, pihak Gedung Putih menegaskan bahwa pemerintahan Obama mendukung apa yang disebut sebagai pendekatan “jalan tengah” ala Dalai Lama. Meski begitu, AS juga menegaskan dukungannya kepada Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebagai penguasa Tibet.
Tak ayal rencana pertemuan Obama-Dalai Lama itu langsung mendulang protes dari pihak RRT. Tidak lama setelah pengumuman Gedung Putih, Kementerian Luar Negeri Tiongkok mendesak AS untuk segera membatalkan pertemuan dengan Dalai Lama.
Pemerintahan di negeri peninggalan Mao Tse Tung itu menyebut pertemuan Obama-Dalai Lama sebagai “campur tangan terang-terangan” terhadap konflik Tiongkok-Tibet. Pertemuan itu dianggap memiliki dampak yang akan “sangat merusak” hubungan AS dan Tiongkok.
Seperti diketahui, setelah berperang selama sekitar satu tahun, RRT berhasil menaklukan Tibet pada tahun 1951. Sejak saat itu, negara di wilayah pegunungan Himalaya ini diklaim sebagai bagian dari RRT. Beijing jga menempatkan Dalai Lama sebagai penyokong separatisme Tibet. Ia dianggap bertanggung jawab mendorong gelombang aksi bakar diri yang dilakukan warga Tibet. (dil/jpnn)
WASHINGTON - Hari ini, Jumat (21/2), Presiden Amerika Barack Obama dijadwalkan bertemu pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama di Gedung Putih, Washington.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- DPR Dorong Pemerintah Perkuat Diplomasi untuk Perdamaian di Timteng
- Militer Israel Klaim Bunuh Pentolan Jamaah Islamiyah Lebanon
- 1.119 WNI Berhasil Direpatriasi dari Kawasan Berbahaya Sepanjang 2023
- Xi Jinping Ingin China Jadi Mitra Amerika, Bukan Pesaing
- Guru Besar UI Khawatirkan Dampak Konflik Timur Tengah terhadap Indonesia
- Indonesia Jalin Program Kerja Sama Penanggulangan Terorisme dengan Uni Eropa