Respons Din soal Larangan Menara Masjid Lampaui Gereja Papua

Respons Din soal Larangan Menara Masjid Lampaui Gereja Papua
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menyesalkan penolakan atas pembangunan menara Masjid Al Aqsha di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Menurutnya, hal-hal seperti itu seharusnya bisa diselesaikan secara musyawarah.

"Tentu kita semua prihatin kalau ada gejala-gejala seperti itu, baik di Papua, Jayapura maupun tempat lain, antar-agama oleh kelompok-kelompok agama, mungkin secara bergantian karena itu tentu harus bisa dimusyawarahkan," ungkap Din di kantor pusat MUI di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (21/3).

Mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu menjelaskan, pada Februari lalu ada pertemuan antar-pemuka agama. Menurutnya, seluruh perwakilan agama yang hadir menyepakati setiap masalah harus diselesaikan melalui musyawarah bersama.

Selain itu, para pemuka agama Islam dan Kristen di Papua juga telah bertemu untuk membahas persoalan itu. Hasilnya, kedua belah pihak sepakat untuk terus bermusyawarah demi mencari solusi terbaik.

"Saya bersyukur bergembira para pemuka agama di Jayapura baik dari kalangan gereja maupun dari kalangan Islam bersama pemerintah sudah bertemu, dan hasilnya juga sudah sepakat untuk dibicarakan dari hati ke hati dengan pendekatan musyawarah," tegas Din.

Lebih lanjut Din mengatakan, kejadian seperti ini tidak seharusnya dibesar-besarkan. Pasalnya, persoalan itu berawal dari kesalahpahaman saja.

Menurut Din, lumrah jika umat mayoritas menginginkan tempat ibadah mereka tidak terlampaui oleh rumah ibadah umat minoritas. Persoalan serupa tak hanya ada di Papua, tapi juga daerah lain

"Sebenarnya di tempat lain juga demikian, jangan sampai ada suatu tempat ibadah kemudian mengalahkan tempat ibadah mayoritas. Di Jawa, Jakarta di mana-mana itu persoalan sensitifitas saja persoalan perasaan," pungkas Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama antaragama dan Peradaban itu.

Din Syamsuddin mengatakan, lumrah jika umat mayoritas menginginkan tempat ibadah mereka tidak terlampaui oleh rumah ibadah umat minoritas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News