Run...!!!

Run...!!!
Ilustrasi rempah-rempah. Foto: Public Domain.

Seminar internasional memperingati 350 Tahun Perjanjian Breda menghadirkan tiga pembicara utama. Wim Manuhutu dari Amsterdam University, Bondan Kanumoyoso dari Universitas Indonesia dan Usman Thalib dari Universitas Pattimura

Di antara hadirin peserta seminar nampak juga Hanna Rambe, penulis Mirah Dari Banda--sebuah novel sejarah yang ditulis berdasarkan riset pada 1980-an awal.

“Saya kira karena pembicaranya para ahli sejarah, ada hal-hal baru yang disampaikan. Ternyata tidak. Tidak ada hal baru,” katanya usai seminar.

Hanna Rambe pernah tinggal cukup lama di Banda pada 1980-an. Persisnya di rumah Des Alwi. Waktu itu dia seorang wartawan muda. Kini, rambutnya sudah memutih di makan usia.

Sebagai orang yang pernah meneliti sejarah di wilayah itu, wajar saja bila ia berkata, “tak ada yang baru” setelah menyimak apa-apa yang disampaikan para pembicara.

Tapi, bagi sebagaian peserta yang lain, tentu berlimpah-limpah pengetahuan yang didapat hari itu.

Awal Kolonialisme Belanda di Indonesia

Senin, 15 Maret 1599. Kapal Gelderland lempar sauh di dekat Orantatta, sebuah kota di Pulau Lontor, Banda, Maluku. Esok harinya menyusul Kapal  Zeeland.

Mengenang kejayaan zaman rempah, Kemenko Maritim menggelar Seminar Internasional bertajuk “350th Anniversary of The Treaty of Breda (1667-2017)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News