Safari Tiongkok

Oleh: Dahlan Iskan

Safari Tiongkok
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Sambil menunggu visa didapat saya pun menjalani Safari Ramadan bersama istri. Saya harus baik-baik dengan istri karena akan saya tinggal pergi.

Baca Juga:

Dia pilih tidak ikut ke Tianjin. Dia tahu kebiasaan saya di Tiongkok: selalu pilih naik kereta bawah tanah. Harus banyak sekali jalan. Naik turun tangga untuk pindah-pindah kereta, padahal lututnyi perlu diistirahatkan. Terutama setelah diforsir di Makkah dan di Safari Ramadan.

Saya pun sendirian berangkat ke Tianjin. Kali ini juga juga pilih kelas ekonomi. Murah sekali: tidak sampai empat juta rupiah.

Tentu saya harus duduk di kursi belakang. Tak apa. Toh lewat Singapura.

Surabaya-Singapura hanya 2 jam. Lalu Singapura-Beijing 5 jam. Enteng. Setelah sukses 11 jam di kelas ekonomi Surabaya-Jeddah, lima jam itu menjadi sepele.

Masalahnya harus bermalam di Singapura. Juga tidak masalah. Saya bisa tidur di kursi di bandara Changi. Di terminal 2 ini. Tinggal cari deretan kursi yang kosong.

Bisa rebahan selonjor di situ. Toh banyak teman senasib dari negara lain.

Saya sengaja tidak bermalam di kota Singapura, yang hotelnya saja bisa lebih mahal dari tiket pesawatnya. Toh hanya transit 7 jam. Kalau ke kota waktunya habis untuk proses imigrasi dan perjalanan taksi.

CEROBOH. Mengapa berani empat tahun tidak kontrol ke rumah sakit di Tianjin, Tiongkok. Ups, bukan ceroboh. Apa boleh buat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News