Salah Pilih Klub, Penggawa U-19 Menyesal Seumur Hidup

Salah Pilih Klub, Penggawa U-19 Menyesal Seumur Hidup
Para penggawa Timnas U-19. FOTO: dok/JPNN

Jika Bima Sakti lebih menyoroti pentingnya pembinaan mental, mantan pemain Primavera edisi pertama Irwan Fahrezie justru mengingatkan bintang muda timnas agar berhati-hati terhadap banyaknya tawaran bergabung, terutama dari klub-klub sepak bola. "Dari sisi komersial, tentu itu tawaran yang menggiurkan bagi pemain-pemain muda tersebut," ungkap Irwan.

Memang tawaran itu menjanjikan gaji besar di depan mata. Hanya, gaji tersebut hendaknya tidak mereka jadikan standar untuk menentukan pilihan. "Yang lebih penting tentu level kompetisi yang sesuai dan menantang kemampuan mereka. Dengan bermain di bukan levelnya, bukan tidak mungkin celaka yang akan mereka dapatkan," ujar Irwan.

Peringatan Irwan ini berkaca pada pengalamannya sendiri. Di usia yang masih sebaya penggawa timnas U-19, Irwan sudah membela klub Galatama Mataram Indocement. Maklum, kala itu penampilan Irwan muda mampu menarik perhatian klub-klub Galatama. Di sisi lain, kebanggaan baginya bisa bermain di Galatama.

Tapi, belum satu musim bermain, Irwan mengalami insiden ketika menghadapi Mitra Surabaya di Stadion Gelora 10 Nopember, Tambaksari, Surabaya. Kakinya ditebas dengan keras oleh salah seorang pemain lawan. Alhasil, cedera ligamen parah membuatnya harus naik meja operasi. "Sebenarnya, seusai operasi itu, saya masih bisa bermain lagi. Tetapi, ada sedikit rasa trauma bagi saya setelah cedera itu. Trauma bukan karena cederanya, melainkan karena melihat rendahnya perhatian klub saat saya cedera. Bayangkan, saya harus membiayai sendiri perawatan cedera saya itu," bebernya.

Nah, selepas tidak menjadi pemain sepak bola, Irwan kembali ke bangku kuliah di salah satu PTS di Jakarta. Pemain yang biasa menjadi pengganti Bima Sakti di lini tengah itu pun banting setir ke dunia televisi sebagai kamerawan. Bakat olahraganya menempatkan Irwan di program olahraga sepak bola sejak lima tahun silam.

"Mungkin dulu saya sangat berambisi ingin menjadi pemain sepak bola. Saya tidak munafik dengan keinginan itu. Tapi, sekarang saya tahu bahwa bukan hanya skill di sepak bola yang bisa menjadi gantungan hidup saya. Lebih dari itu, saya masih bisa menekuni bidang lain sampai saat ini," jelasnya.

Yang juga pernah merasakan beban harapan bahwa mereka adalah the rising star sepak bola Indonesia adalah Yeyen Tumena dan Eko Purjianto. Ketika masih membela PSSI Primavera, mereka belum pernah menyumbang satu pun prestasi bagi Indonesia. Sekalipun di kelompok usia di bawah 19 tahun di level Asia Tenggara.

Eko yang saat ini menjabat asisten pelatih timnas U-19 berharap setiap anggota timnas U-19, baik pemain inti maupun cadangan, tetap menjaga spirit dan kekompakan yang selama ini sudah terbangun. "Secara teknis, tidak ada yang berbeda antara tim muda sekarang dengan tim zaman saya dulu. Hanya, spirit dan semangat tim U-19 sekarang sangat positif," ujarnya.

PENAMPILAN timnas U - 19 Indonesia menyemaikan kembali harapan bahwa sepak bola Indonesia bisa menjejak pentas dunia. Menengok sejarah, fenomena

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News