Salut si Penjaga Hutan, Tidak Dapat Gaji, Nyawa Jadi Taruhan

Salut si Penjaga Hutan, Tidak Dapat Gaji, Nyawa Jadi Taruhan
Dulhadi, penjagahutan di Solok Selatan, Sumbar. Foto: Padang Ekspres/Jawa Pos

Diancam golok dan kerap dicap gila tak menyurutkan semangat Dulhadi untuk terus menjaga kawasan hutan. Ancaman dan cemoohan tersebut tiada artinya dibanding dampak bencana yang ditimbulkan dari aktivitas pembalakan liar.

ARDITONO, Solok Selatan

TAK banyak kata yang keluar dari Dulhadi. Dia lebih dikenal sebagai sosok yang pendiam. Namun, nyalinya cukup besar. Demi menyelamatkan hutan di Solok Selatan, Sumatera Barat, dari pembalakan liar, nyawanya hampir melayang saat dikejar dengan golok oleh banyak orang.

Dulhadi membentuk kelompok konservasi penyelamatan hutan lindung dan hutan konservasi di Bangin Reja pada 2000. Meskipun tak digaji siapa pun, dia tetap mempertahankan keasrian hutan melalui patroli sepanjang hutan yang dilakkan tiga kali dalam sebulan.

 Bukan hanya warga setempat, oknum pejabat, aparat, serta politikus yang menentang upaya itu, anak dan istri Dulhadi pun ikut melarang.

"Saya sering dicemooh. Kerja tak bisa apa-apa, malah melarang orang buka hutan untuk berladang," ujarnya kepada Padang Ekspres (Jawa Pos Group jelang keberangkatannya ke puncak Gunung Kerinci.

Saat melarang warga menggunduli hutan konservasi dan hutan lindung, dia dikejar dengan golok. Berkat kesabaran menyelamatkan hutan, Dulhadi menerima penghargaan Kalpataru dari Gubernur Sumbar pada 2012.

Selain itu, Nurhadi menerima penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena mengubah desa biasa men­jadi desa model 2013. Tahun lalu Kementerian Lingkungan Hidup memberikan apresiasi.

Bagi Dulhadi, selelah apa pun, jika dia memasuki hutan, hatinya akan senang. Hutan dan binatang buas sudah menjadi teman. Saat dia berpatroli di kawasan hutan seluas 21 kilometer, banyak binatang buas yang ditemui. Baik harimau sumatera, beruang madu, rusa, tapir, serta ular piton. Namun, binatang buas tersebut tak sekali pun pernah menyerang.

Bahkan, dua hari lalu dia menemukan harimau sumatera yang beranak di ladang warga di Jorong Bangun Rejo. Pemilik ladang dan warga setempat diingatkan agar tak mengganggu anak binatang buas itu. Sebab, bila diganggu, hal itu akan mendatangkan petaka.

"Sudah 16 tahun patroli di hutan, tiga kali dalam sebulan. Karena itu, keakraban kami terjalin dengan binatang buas di dalam. Kami pun aman, baik siang maupun malam," ujar pelopor kesejahteraan ekonomi ratusan KK di Jorong Bangunrejo tersebut.

Sebagai penyelamat hutan, setiap masalah selalu ditangani sendiri. Tak ada seseorang yang membantu menyelesaikan persoalan itu. Berkat kegigihannya menjaga habitat dan kelestarian hutan, Kelompok Konservasi Bangun Rejo mendapatkan program International Council for the Day of Vesak (ICDV) yang dibiayai bank dunia. Tahap pertama menerima Rp 120 juta dan tahap kedua Rp 100 juta pada 2002.

"Dana ini lemparan dari desa lain. Sebab, 35 desa di daerah lain tak sanggup. Karena upaya kami menjaga hutan, bank dunia akhirnya mengucurkan dana sewaktu Solsel masih menjadi bagian dari Kabupaten Solok," terangnya.

Dia menyatakan, selain mendapatkan dana dari bank dunia, kelompok konservasinya juga memperoleh dana hibah konser­vasi desa Rp 220 juta. Dana itu tidak dimanfaatkan untuk biaya operasional pengawasan hutan.

Namun, dana tersebut dibagikan kepada 17 kepala keluarga (KK) yang terlanjur merambah hutan dengan bentuk pinjaman modal usaha untuk menanam cabai dan ternak sapi. (*/JPG/c5/diq)

 


Diancam golok dan kerap dicap gila tak menyurutkan semangat Dulhadi untuk terus menjaga kawasan hutan. Ancaman dan cemoohan tersebut tiada artinya


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News