Sama Sulit

Oleh: Dahlan Iskan

Sama Sulit
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Rupanya diperlukan satu orang Bugis untuk menengahi dua orang Banjar yang hebat-hebat.

Nono Makarim turun tangan. Alwy dipanggil ke Banjarmasin. Akhirnya diambil keputusan tegas. Ditenderkan secara kekeluargaan: siapa di antara dua tokoh itu yang mau menjadi pemilik Mimbar Mahasiswa. Tentu dengan membelinya. Uang hasil penjualan dibagi rata.

Djok Mentaya-lah yang punya uang. Djok yang membelinya. Yang kelak nama Mimbar Mahasiswa itu ia ubah menjadi Banjarmasin Post.

"Dua orang itu memang berbeda aliran," ujar Kak Alwy mengenang. "Djok itu berorientasi bisnis. Anang itu idealis," tambahnya.

Banjarmasin Post berkembang menjadi koran terbesar di Kalsel. Anang Adenansi belakangan juga mendirikan koran sendiri: Media Masyarakat. Tidak pernah bisa mengalahkan B-Post.

Anang sendiri tidak terlalu fokus di media. Ia jadi politisi. Jadi tokoh Golkar. Jadi anggota DPR. Djok, yang lahir di Mentaya, fokus di bisnis.

Zaman itu banyak tokoh mahasiswa mendirikan koran di daerah masing-masing. Rahman Tolleng bikin Mimbar Demokrasi di Bandung. Agil Haji Ali mendirikan Mingguan Mahasiswa di Surabaya –kelak menjadi harian Memorandum dan diserahkan ke saya. Tokoh mahasiswa Makassar, Alwy Hamu mendirikan harian Fajar –kelak juga diserahkan ke saya.

Hubungan istimewa Djok Mentaya dengan kak Alwy itulah yang membuat saya tidak berkutik. Biar pun saya berhasil mendirikan koran baru di banyak kota di Indonesia saya tidak bisa masuk Banjarmasin.

Rupanya diperlukan satu orang Bugis untuk menengahi dua orang Banjar yang hebat-hebat. Nono Makarim –ayahanda Mendikbud sekarang turun tangan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News