Sanksi Pidana Bagi Peneliti Asing Ancam Kemajuan Iptek di Indonesia


Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Profesor Satryo Soemantri Brodjonegoro, pernah mengatakan jika penelitian Indonesia ingin maju maka harus dilakukan secara berkolaborasi dengan peneliti asing.
Ia juga mengatakan pasal-pasal yang terkait sanksi seharusnya dihapuskan, karena "tidak bisa sanksi pidana untuk peneliti, penelitian bukan kriminal," ujarnya kepada media di Indonesia bulan Maret lalu.
Meski memahami tujuan adanya undang-undang ini untuk melindungi kekayaan keberanekaragaman hayati di Indonesia, sejumlah pihak mengatakan adanya sanksi pidana malah akan memberikan kesan Indonesia menutup diri
Sementara negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura membuka diri dengan keberadaan peneliti asing dan bisa berkontribusi bagi pembangunan dan alam mereka.
Henri Subagio, Direktur Eksekutif dari Indonesia Center for Enviromental Law (ICEL), sebuah lembaga riset dan advokasi tata kelola lingkungan, mengatakan kepada ABC Indonesia jika pasal-pasal sanksi ini sebenarnya tidak akan menyelesaikan masalah.
Menurutnya, permasalahan sebenarnya bukan soal izin bagi peneliti asing untuk melakukan penelitian, tetapi seperti apa aturan kolaborasi antara peneliti Indonesia dan Australia.
"Kita membutuhkan mekanisme yang komprehensif sebenarnya, seperti apa manfaatnya bisa dirasakan juga dengan pemerintah atau masyarakat setempat," ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC Indonesia hari Rabu (17/07/2019).
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan
- Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Sepakat untuk Membangun Kembali Ukraina
- Dunia Hari Ini: Pakistan Tuding India Rencanakan Serangan Militer ke Negaranya
- Dunia Hari Ini: PM Terpilih Kanada Minta Waspadai Ancaman AS
- Dunia Hari Ini: Sebuah Mobil Tabrak Festival di Kanada, 11 Orang Tewas
- Dunia Hari Ini: Siswa SMA Prancis Ditangkap Setelah Menikam Teman Sekelasnya