Cara Ini Dinilai Bisa Jadi Pengungkap Kasus Baku Tembak Brigadir J

Cara Ini Dinilai Bisa Jadi Pengungkap Kasus Baku Tembak Brigadir J
Polisi berjaga di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga saat prarekonstruksi kasus baku tembak polisi yang menewaskan Brigadir J, Jakarta, Sabtu (23/7/2022). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Akademisi dan Intelektual Publik, Rocky Gerung menilai, langkah kepolisian dalam memproses kasus baku tembak ajudan di rumah dinas Kepala Divisi Propam Nonaktif, Irjen Ferdy Sambo, berjalan profesional dan transparan.

"Saya kira kepolisian masih dalam tahap profesionalisme, yakni mengakui ada dua korban dalam kasus ini," ujar Rocky, Senin (1/8).

Dia menjelaskan, korban pertama Byakni rigadir J alias Yosua. Dia menjadi korban dan karena itu tubuhnya punya hak untuk mengucapkan jejak kriminalitas melalui bahasa yang disebut sebagai autopsi.

"Jadi ini yang kita harus hormati, bahwa hak korban meski telah menjadi jenazah, dia bisa tetap mengucapkan pengetahuan dia tentang apa yang terjadi pada tubuhnya melalui ilmu forensik," jelas Rocky.

Korban kedua yakni Istri Irjen Ferdy Sambo.

Menurutnya, perlindungan terhadap korban kedua harus dihargai sebagai hak privasi yang memerlukan proteksi hukum, dan itu berlaku di dalam prinsip human rights, terutama yang disebut hak asasi perempuan.

"Ini yang mesti kita hindari. jadi sensasi terhadap femme fatale, yaitu keterlibatan perempuan dan biasanya berkaitan dengan isu sensasi seksual itu mesti kita hilangkan dulu," katanya.

Menurut salah satu Founder Setara Institute ini, scientific research akan menjadi cara yang digunakan untuk mengungkapkan peristiwa kematian Brigadir J.

Izinkan Polri melakukan scientific research berdasarkan prinsip ilmu pengetahuan kriminal, yaitu pembuktian berdasarkan fakta, bukan berdasarkan asumsi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News