Sebaiknya Prabowo Subianto Belajar soal Makna Suap dalam Pemilu
Dia khawatir publik akan terus terjebak dengan pragmatisme politik, siapa yang membayar maka akan dipilih.
“Padahal kita butuh pemilih cerdas yang memilih karena ide dan gagasan para calon, bukan karena isi kantungnya,” kata dia.
Dia mengingatkan bahwa mahalnya ongkos politik akan memicu pada tindakan korupsi.
Herdiansyah mengungkapkan berbagai riset sudah dijelaskan terkait biaya yang harus dikeluarkan politisi ketika mengikuti pemilu.
Di tingkat DPRD kabupaten/kota misalnya, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp15-20 miliar, lalu Rp20-100 miliar di tingkat provinsi dan akan meningkat dalam kontestasi pemilu presiden (pilpres).
Sementara, Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menegaskan bahwa sikap masyarakat yang menerima serangan fajar atau politik uang adalah sikap koruptif.
"Kepada masyarakat, bahwa serangan fajar yang dimaksudkan, misalnya dengan bagi-bagi uang dan sebagainya dalam proses-proses yang sedang berjalan, itu tindakan koruptif," kata Ali Fikri.
Ali menambahkan bahwa dengan menerima uang serangan fajar adalah bibit dari tindak pidana korupsi.
Pengamat hukum menilai Prabowo Subianto keliru karena gagal memahami esensi suap dalam pemilu
- Akademisi Hukum: Dewas KPK Wajib Patuhi Putusan PTUN
- Pilkada di Depan Mata, PDIP Kalbar Peringatkan Prabowo: Jangan Ulangi Cara-Cara Pilpres!
- Luhut Siap jadi Penasihat Prabowo, JK: Boleh Saja, Asal
- Soal Rekonsiliasi Politik, JK Menyebut Peran Penting Prabowo
- Temui Pak JK, Ketua MPR Bambang Soesatyo Singgung Gagasan Prabowo
- Usut Kasus Korupsi Pengadaan, KPK Geledah Kantor Telkom