Sehari Rp 3 Miliar dari Kepiting Saja

Sehari Rp 3 Miliar dari Kepiting Saja
Sudirman, nelayan di Desa Tanjung Pelayar Kecamatan Pulau Laut Tanjung Selayar, memperbaiki jaring kepitingnya. Foto: Zalyan S Abdi/RADAR BANJARMASIN

Kajian akademis yang akan diserahkan ke Kementerian, harapannya dapat diterima. Namun patut menjadi pertimbangan jika pengeluaran kepiting bertelur ke luar negeri benar-benar dilegalkan menyoal keamanannya.

“Cuma kita juga harus wanti-wanti. Karena pelemparan kita ke Tawau. Jangan sampai ini komoditas dilegalkan, justru ada permainan dari sebelah (Tawau). Sekarang ini ilegal, memang harga bagus. Kalau umpamanya dibolehkan, itu juga harus kita antisipasi. Jangan sampai mereka di sana suka-sukanya beli berapa. Ini kan orang tertentu saja yang bisa kerja. Enggak semuanya. Yang lain hanya mengepul. Perlu dipikirkan itu, jangan kita cuma tahu jual. Jadi pertimbangan juga, di sini ada disiapkan pesawat, kenapa tidak diekspor langsung dari sini. Jangan kita cuma pengirim. Kita harus jadikan daerah kita daerah pengekspor,” ulasnya.

“Data yang sampai di Kementerian. Salah satu daerah pengekspor kepiting terbesar itu Tawau. Kepiting di Tawau dari siapa? Nah. Jadi kita ini bukan mengekspor, tapi mengirim. Justru namanya Tawau yang harum. Bahan bakunya dari kita, Tawau yang menikmati,” bebernya lagi.

Amir mengungkap, jika perlintasan masih terus dipantau. Seperti jenis kepiting jantan, pasti melalui proses pemeriksaan. “Kalau yang betina, mereka pakai speedboat cepat. Kalau kita lihat perbandingan yang dibawa ke Tawau itu, 60 persen jantan. Resmi, 40 persen tidak resmi,” jelasnya.

Asisten I Bidang Pemerintahan Sekretariat Provinsi (Setprov) Kaltara H. Sanusi mengatakan tidak serta merta keinginan untuk melegalkan pengeluaran kepiting bertelur itu dengan payung hukum peraturan gubernur (pergub) atau peraturan daerah (perda) dapat dilakukan. Salah satu pertimbangannya, rawan gugatan.

“Berkaitan dengan Permen 56 Tahun 2016, memang sebenarnya bukan kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara. Memang tidak bisa diatur dalam pergub. Dalam Permen jelas, bahwa untuk ekspor kepiting sudah ditentukan kriterianya, minimal ukuran, beratnya. Kan 15 Desember sampai 5 Februari boleh ekspor kepiting betina. Tetapi, kalau lebih dari itu tidak boleh,” ulasnya.

“Persoalannya kalau Gubernur mau membuat pergub, lantas siapa yang menjamin bahwa pergub itu aman? Dan kami enggak mau datang percuma ke Kementerian. Bahwa kepiting betina misalnya disampaikan dari budi daya. Kalau memang budi daya harus ada pembuktiannya? Bagaimana pembuktiannya? Tolong itu diberikan kepada kami pembuktiannya. Nanti kami akan fasilitasi ke Kementerian,” jelas mantan kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Nunukan ini.

“Jadi tugas Gubernur itu bukan menganulir kebijakan yang diatur Kementerian. Enggak boleh,” tambahnya.

Penjualan kepiting bertelur ke luar negeri secara illegal telah berlangsung sejak lama, jauh sebelum terbit Permen-KP Nomor 56 Tahun 2016.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News