Sehari Rp 3 Miliar dari Kepiting Saja

Sehari Rp 3 Miliar dari Kepiting Saja
Sudirman, nelayan di Desa Tanjung Pelayar Kecamatan Pulau Laut Tanjung Selayar, memperbaiki jaring kepitingnya. Foto: Zalyan S Abdi/RADAR BANJARMASIN

Sebelumnya, nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kaltara menyoal penegakan Permen-KP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ketua HNSI Kaltara H. Nurhasan mengungkapkan, ekspor kepiting menjadi salah satu mata pencaharian bagi ribuan warga dalam struktur perikanan di Tarakan. “Aturan (Permen-KP 56) ini membuat kami masyarakat Kaltara khususnya Tarakan, sangat menderita,” ungkapnya.

Menurutnya, harusnya Pemprov turun tangan. Pengecualian terhadap Permen-KP, menurut dia, pernah dilakukan gubernur Jawa Tengah. “Kami mungkin bisa mengerti, tapi masyarakat yang turun ini menderita. Jadi apa pun langkahnya akan kami perjuangkan,” tuturnya.

Terhadap adanya Permen tersebut, lanjut Nurhasan, para nelayan dan petambak kepiting juga sudah melakukan berbagai cara agar bisa mengekspor kepiting hasil budi daya. Mulai dari pembibitan, tempat penetasan, dan budi daya pembesaran.

“Namun di Permen 56 itu menyebutkan hasil budi daya kepiting bertelur pun tidak boleh diekspor. Padahal ada undang-undang budi daya memperbolehkan apa pun hasil budi daya bisa diekspor,” bebernya.

Syamil, salah seorang nelayan dari Jalan Karungan, Tarakan Timur mengaku jika kepiting menjadi penyambung hidup bagi mereka yang bekerja dalam usaha pertambakan. “Penjaga tambak itulah dijualnya. Cuma katanya dilarang lagi,” kata Syamil yang membaur dengan peserta aksi lainnya. (lim)


Penjualan kepiting bertelur ke luar negeri secara illegal telah berlangsung sejak lama, jauh sebelum terbit Permen-KP Nomor 56 Tahun 2016.


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News