Sejak Orba Hingga Sekarang Data Pangan Satu Pintu di BPS

Sejak Orba Hingga Sekarang Data Pangan Satu Pintu di BPS
Prima Gandhi. Foto: kementan

Melihat kejadian ini Gandhi menilai justru selama 3 tahun ini Kementan menjadi pihak yang dirugikan karena BPS tidak merilis data. Akhirnya Kementan meminta dan memakai data BPS yang tidak dirilis tersebut.

“Setuju dan lebih bagus bila BPK dan KPK mengaudit ini sehingga terang benderang bagi publik bahwa semua data atau kedua data berbeda itu sumbernya sama-sama bersumber BPS, Angka yang beda itu karena metode ukur lama, di mana metode BPS eyes estimate didukung data DAS, benih, data podes versus satunya metode baru yakni KSA. Kedua data berbeda ini sesungguhnya 100% bersumber eyes estimate BPS, jika metode KSA lebih relatif kecil intervensi klaim dari pada eyes estimate bps kedepan kita harus memperbaiki metodologi penghitungan ” bebernya.

Terlepas dari diskursus metode penghitungan ini, sambung Gandhi, semangat diversifikasi pangan dan mengurangi impor bahan pangan pokok yang di gaungkan Mentan Amran harus tetap dijaga.

“Jangan sampai data berkurangnya luas lahan panen menjadi alasan dibukanya kran impor sebesar-besarnya menjelang pilpres 2019” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyatakan ketidaksepakatannya terhadap data perberasan yang baru saja dirilis pemerintah. Menurutnya, surplus seharusnya lebih besar dari 2,85 juta ton jika menghitung stok di rumah tangga petani sebanyak 15 juta keluarga atau setara 6,2 juta ton pada 2017.

“Kemudian, ditambah stok di masyarakat 8,2 juta ton, maka totalnya 17,2 juta ton. Tidak mungkin surplus hanya 2,8 juta ton,” sebutnya. (adv/jpnn)


Prima Gandhi mengatakan Kementan tidak mengolah data pangan. Semua rilis data Kementan logikanya berasal dari BPS.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News